Jaya Vasant dan Berthy Ibrahim Lindia |
LABORATORIUM film terkemuka di India, Prasad Film akan memberikan bantuan peralatan kepada pusat dokumentasi perfilman Sinematek Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Kepala Sinematek Indonesia, H Berthy Ibrahim Lindia, usai menerima kunjungan Jaya Vasant, selaku senior manager Prasad Film, Rabu (27/9) lalu.
“Kunjungan pihak Prasad Film ke Sinematek ini sangat strategis dan membuka peluang kemitraan yang lebih baik lagi. Salah satu rencana, mereka akan memberikan bantuan peralatan transfer teknologi tapi masih dibicarakan lagi nanti,” ungkap Berthy Ibrahim saat ditemui Kabar Film di ruang kerjanya.
Pada kesempatan berkunjung ke Indonesia, Jaya Vasant yang berpakaian sari, menengok ‘dapur’ Sinematek di lantai 4 dan melakukan inspeksi ke ruang simpan seluloid film di lantai dasar Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan tersebut.
Menurut Berthy Ibrahim, pihak Prasad Film sempat memuji teknis penyimpanan film di Sinematek yang mereka nilai sudah tepat. “Tapi mereka juga prihatin karena Sinematek tidak punya teknologi perawatan film yang sesuai kebutuhan,” ungkap Berthy menirukan Jaya Vasant.
'Tiga Dara'
Prasad Film merupakan lab terkemuka di India yang memiliki jaringan di sejumlah kota di India termasuk di Prasad Studios di kawasan Chennai. Prasad Film Grup telah dipercaya dan menjadi rujukan para pembuat film Hollywood dalam prosessing, editing, hingga restorasi film-film yang rusak. Salah satu klien tetap Prasad Film adalah sutradara film Hollywood yang juga pendiri Film Foundation, Martin Scorsese. Lab film ini juga terkenal karena memiliki fasilitas leng-kap dan kualitas terbaik, dengan harga relatif lebih murah.
'Tiga Dara' |
“Ada 10 film yang sekarang direstorasi (perbaikan kualitas fisik), antara lain film-filmnya Rhoma Irama dan Benyamin S,” ujar Berthy.
Selain bekerjasama dengan laboratorium film di India, Sinematek juga melakukan pendekatan secara diplomatis dan kelembagaan dengan Kebudayaan Belanda dan Singapura. “FilmTiga Dara dan Lewat Djam Malam direstorasi di kedua Negara itu,” ujar Berthy.
Lantas berapa biaya restorasi film di luar negeri? “Yang pasti, teknologi di Indonesia tidak semurah di luar negeri, dan Sinematek tidak punya duit untuk membiayai restorasi di sini. Bahkan, di luar negeri, biaya satu film Rp2 Miliar lebih,” jelas Berthy, yang mengaku mengandalkan jalur koneksi dan jaringan komunitas film, termasuk fasilitas dari Kine Forum.
'Lewat Djam Malam'
Dipilihnya kedua film tersebut untuk direstorasi, karena di dalam film lawas tersebut memiliki sejarah dan masing-masing Negara punya kepentingan. “Tidak mungkinlah Sinematek minta bantuan biaya restorasi ke pemerintah untuk saat ini,” kata Berthy, seraya mengatakan pihaknya akan memutar film-film tersebut di bioskop jika restorasi selesai.
Kapan? “Waktu restorasi mema-ng tidak sebentar, perlu berbulan-bulan untuk memperbaiki seluloid yang sudah lengket atau kerusakan lainnya. Kalau digitalisasi 10 film di Chennai, mudah-mudahan bisa lebih cepat,” ujar Berthy lagi.
'Lewat Djam Malam' |
Selain berkunjung ke Sinematek, Jaya Vasant juga mampir di sejumlah perusahaan film. "Mereka juga mendatangi beberapa produser film di sini, untuk menjajaki kemungkinan menawarkan proses film di India,” jelas Berthy Ibrahim. (tis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar