Titi Sjuman sebagai Rayya |
FILM Rayya
digarap bersama antara PT Menara Alisya Multimedia (MAM Productions) dengan PT
Lantip Binathoro Panuluh (Pic[k]Lock Films) dirilis 20 September 2012. Film
dengan bintang utama Titi Sjuman dan Tio Pakusadewo ini disutradarai oleh Viva
Westi, dengan penulis skenario Emha Ainun Nadjib.
Bagi MAM
Productions yang dimiliki oleh Bayu P Djokosoetono, film ini merupakan project
film pertama MAM Productions. Sementara Pic[k]Lock Films adalah sebuah rumah
produksi yang digawangi oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh dan Dewi Umaya Rachman
dimana karya sebelumnya adalah Minggu
Pagi di Victoria Park.
Bayu P
Djokosoetono selaku produser eksekutif yang mendanai produksi film ini
menjelaskan bahwa MAM Productions pada dasarnya ingin menampilkan kreasi-kreasi
seni yang kaya dan berkualitas untuk publik Indonesia.
Para pemeran pendukung film RAYYA |
“Sinergi dengan
Pic[k]Lock Films dalam penggarapan film Rayya
ini saya lakukan karena ketika ide tentang film ini ditawarkan pada saya, saya
melihat bahwa project film ini bertumpu pada kualitas, baik dari segi produksi,
para aktor dan aktrisnya, maupun cerita yang ditulis oleh Emha Ainun Nadjib.
Ketika proses pembuatan film ini dijalankan dimana saya mengikuti prosesnya
termasuk ketika syuting di Yogya dan Bali, saya melihat langsung dedikasi
maupun kualitas para kru dan pemain. Selain segi cerita yang berhasil bertutur
dengan ringan namun menyampaikan nilai-nilai yang penting, film ini juga
berhasil memperlihatkan keindahan dan kekayaan Indonesia yang luar biasa kepada
kita sebagai penonton sehingga kita sebagai penonton seperti diingatkan untuk
menjaga Indonesia kita,” imbuh Bayu.
Rayya adalah
seorang artis besar. Multitalented, dia seorang aktris, pemusik, penyanyi, juga
bahkan seorang model. Dunia glamor yang diimpikan banyak orang sudah dalam
genggaman. Keangkuhan2 yang biasa datang dengan kesuksesan pun direngkuhnya.
Tapi, keberhasilan melemahkannya. Ketika suatu sore di coffeshop Rayya
di'campakkan', momentum itu adalah kulminasi dari akumulasi kegalauan Rayya,
dan menjadi pemicu yang merubah galau Rayya menjadi sebuah rencana untuk
menghentikan hidupnya sendiri. Rencana itu mendapat kesempatan baik untuk
terlaksana ketika Rayya harus mengerjakan sebuah project pembuatan
autobiografinya. Dalam project itu Rayya diharuskan melakukan perjalanan
panjang dari Jakarta sampai Bali. Perjalanan untuk mencari lokasi2 yang indah
untuk photo shoot Rayya. Tanpa ada yang tahu, Rayya punya agendanya sendiri
sepanjang jalannya. Rayya membuang airmatanya, membuang harapannya, membuang
segalanya tentang dirinya dengan harapan pada akhirnya tak akan ada yang
tersisa. Dan kalau bisa melakukannya di depan kamera. Rencana yang culup
ekstrim. Datang Arya. Bukan siapa siapa. Seorang fotografer setengah baya yang
juga punya masalahnya sendiri. Masalah yang juga sangat bisa juga diselesaikan
dengan cara Rayya. Mereka melakukan perjalanan bersama. Perjalanan yang aslinya
hanyalah sesi foto menjadi tidak begitu sederhana dengan tambahan permasalahan
para pelakunya. 'Jogetan', 'lompatan', 'permainan', mereka berdua menjadikan
perjalanan ini sama sekali berbeda dari yang mereka berdua pernah bayangkan.
Perjalanan ini
berkendaraan jasad, tapi yang melakukan hijrah tidak hanya jasadnya. Pemahaman,
pengetahuan, hati mereka ikut serta melakukan perjalanan panjang yang penuh
pengalaman untuk menemukan sejatinya kematian. Untuk menemukan cahaya di atas
cahaya. (tis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar