Rabu, 19 September 2012

Rayya, kisah perjalanan cinta sang diva

Titi Sjuman sebagai Rayya 

FILM Rayya digarap bersama antara PT Menara Alisya Multimedia (MAM Productions) dengan PT Lantip Binathoro Panuluh (Pic[k]Lock Films) dirilis 20 September 2012. Film dengan bintang utama Titi Sjuman dan Tio Pakusadewo ini disutradarai oleh Viva Westi, dengan penulis skenario Emha Ainun Nadjib.
   Bagi MAM Productions yang dimiliki oleh Bayu P Djokosoetono, film ini merupakan project film pertama MAM Productions. Sementara Pic[k]Lock Films adalah sebuah rumah produksi yang digawangi oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh dan Dewi Umaya Rachman dimana karya sebelumnya adalah Minggu Pagi di Victoria Park.
   Bayu P Djokosoetono selaku produser eksekutif yang mendanai produksi film ini menjelaskan bahwa MAM Productions pada dasarnya ingin menampilkan kreasi-kreasi seni yang kaya dan berkualitas untuk publik Indonesia.
Para pemeran pendukung film RAYYA
   “Sinergi dengan Pic[k]Lock Films dalam penggarapan film Rayya ini saya lakukan karena ketika ide tentang film ini ditawarkan pada saya, saya melihat bahwa project film ini bertumpu pada kualitas, baik dari segi produksi, para aktor dan aktrisnya, maupun cerita yang ditulis oleh Emha Ainun Nadjib. Ketika proses pembuatan film ini dijalankan dimana saya mengikuti prosesnya termasuk ketika syuting di Yogya dan Bali, saya melihat langsung dedikasi maupun kualitas para kru dan pemain. Selain segi cerita yang berhasil bertutur dengan ringan namun menyampaikan nilai-nilai yang penting, film ini juga berhasil memperlihatkan keindahan dan kekayaan Indonesia yang luar biasa kepada kita sebagai penonton sehingga kita sebagai penonton seperti diingatkan untuk menjaga Indonesia kita,” imbuh Bayu.
   Rayya adalah seorang artis besar. Multitalented, dia seorang aktris, pemusik, penyanyi, juga bahkan seorang model. Dunia glamor yang diimpikan banyak orang sudah dalam genggaman. Keangkuhan2 yang biasa datang dengan kesuksesan pun direngkuhnya. Tapi, keberhasilan melemahkannya. Ketika suatu sore di coffeshop Rayya di'campakkan', momentum itu adalah kulminasi dari akumulasi kegalauan Rayya, dan menjadi pemicu yang merubah galau Rayya menjadi sebuah rencana untuk menghentikan hidupnya sendiri. Rencana itu mendapat kesempatan baik untuk terlaksana ketika Rayya harus mengerjakan sebuah project pembuatan autobiografinya. Dalam project itu Rayya diharuskan melakukan perjalanan panjang dari Jakarta sampai Bali. Perjalanan untuk mencari lokasi2 yang indah untuk photo shoot Rayya. Tanpa ada yang tahu, Rayya punya agendanya sendiri sepanjang jalannya. Rayya membuang airmatanya, membuang harapannya, membuang segalanya tentang dirinya dengan harapan pada akhirnya tak akan ada yang tersisa. Dan kalau bisa melakukannya di depan kamera. Rencana yang culup ekstrim. Datang Arya. Bukan siapa siapa. Seorang fotografer setengah baya yang juga punya masalahnya sendiri. Masalah yang juga sangat bisa juga diselesaikan dengan cara Rayya. Mereka melakukan perjalanan bersama. Perjalanan yang aslinya hanyalah sesi foto menjadi tidak begitu sederhana dengan tambahan permasalahan para pelakunya. 'Jogetan', 'lompatan', 'permainan', mereka berdua menjadikan perjalanan ini sama sekali berbeda dari yang mereka berdua pernah bayangkan.
    Perjalanan ini berkendaraan jasad, tapi yang melakukan hijrah tidak hanya jasadnya. Pemahaman, pengetahuan, hati mereka ikut serta melakukan perjalanan panjang yang penuh pengalaman untuk menemukan sejatinya kematian. Untuk menemukan cahaya di atas cahaya. (tis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar