Selasa, 31 Juli 2012

Film "18++ Forever Love" dua pekan bertahan di bioskop

USIA berapakah idealnya seorang remaja pria bisa hidup mandiri dan bertanggungjawab? Film produksi PT Kharisma Starvision berjudul 18++ Forever Love  seakan memberi pemahaman, usia 18 tahun adalah saat tepat untuk seorang remaja berfikir dewasa, mandiri dan memiliki tanggungjawab. Film garapan sutradara Nayato Fio Nuala ini sudah lebih dua pekan tayang di bioskop, hingga kini masih bertahan. 
   Dikisahkan, selama  ini yang ditunggu-tunggu oleh Kara (Adipati Dolken) hanya satu. Hari di mana ia menginjak usia 18 tahun. Karena di usia itulah opanya (Roy Marten) menjanjikan Kara sebuah hadiah yang paling tidak akan terlupakan seumur hidupnya.
   Di saat  sedang bersenang-senang bersama para sahabatnya di Bandung, Kara yang selama ini waktunya dihabiskan dengan bersenang-senang musti mendapatkan kejutan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Ternyata kado dari opanya bukanlah uang, mobil atau kesempatan keliling dunia, namun justru kemandirian. Di usianya yang ke-18, Kara musti kehilangan segalanya. Semua fasilitas, kekayaan dan kemungkinan besar, para sahabatnya yang socialite.
   Kara terpaksa pulang ke Jakarta, rencananya ia mau menuntut kembali ke opa, apa yang sudah menjadi haknya. Namun setelah terlibat perkelahian yang menyebabkan Kara tidak sadarkan diri, Kara diselamatkan oleh seorang gadis, Mila (Kimberly Ryder) yang membawa Kara pulang ke rumahnya.
   Menyangka Kara hanyalah orang miskin kebanyakan, keluarga Mila, Ibu Mila (Keke Soeryo Renaldi) dan Sasi (Reska Tania), adik Mila semata wayang, menampung Kara di rumah mereka yang sederhana.
Kara yang biasa hidup enak pun shock dengan kondisi barunya. Namun lama-lama Kara merasa tertantang untuk “bisa memberi” ke keluarga "barunya" itu, dengan mulai belajar bekerja serabutan. Hubungan Kara dengan Mila dan keluarganya semakin dekat. Namun ternyata para sahabat Kara berhasil menemukan Kara dan ingin membawa Kara ke kehidupannya yang dulu penuh hura-hura.
Mila memergoki Kara yang sedang mabuk-mabukan bersama para sahabat, langsung mengusir Kara dari rumah dan kehidupannya. Kara pun mulai sadar kalau kehidupannya yang dulu sudah tidak cocok dengan hatinya sekarang, ia ingin kembali kepada Mila, namun Mila selalu menolaknya. Tanpa Kara ketahui, ternyata Mila juga mempunyai sebuah rahasia besar tentang masa lalunya. (kf2)

Ramadhan, Tivi berjanji tak nakal lagi

TRADISI Ramadhan semua stasiun televisi seolah 'berjanji tak nakal' dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, dimana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sering meniup peluit peringatan. Beberapa stasiun TV memilih melanjutkan program sukses seperti Dahsyat (RCTI), Pesbukers (Antv), Bukan Empat Mata (Trans7), dan lainnya sepanjang Ramadhan. "Tapi, kami lebih hati-hati untuk tidak menyiarkan Pesbukers secara live," kata Direkttur Program Antv, Hetty Purba saat menggelar jumpa pers program Ramadhan "Maha Raya" di Epicentrum, Kuningan, Rabu (11/7).
   Menurut Hety, salah satu tayangan menarik dari Ramadhan Maha Raya ini adalah tampilnya Ustadz Yusuf Mansur dalam acara Chatting. Melalui talk show entertainment religi dengan tema yang berbeda di setiap episodenya selama bulan puasa itu, Ustadz Yusuf Mansur membahas masalah secara populer melalui bahasa agama. Masalah yang diketengahkan pun beragam, tergantung pada tema-tema yang sedang aktual pada hari itu.
   Intinya, "Kami dengan sepenuh hati berusaha memberikan banyak program baik yang menghibur dan mendidik untuk menambah semangat dalam beribadah di bulan suci ini," ujar Presiden Direktur ANTV, Dudi Hendrakusuma, yang juga hadir di acara tersebut.
   Acara khusus antv selama Ramadhan mulai dari sahur, berbuka puasa dan primetime antaranya: Ramadhan di Masjidil Haram, program dokumenter perjalanan di Saudi Arabia selama Ramadhan. Program ini dimulai dengan live report Tarawih di Masjidil Haram dan sekitarnya. Juga akan mengupas tempat-tempat bersejarah, kuliner khas serta kebiasaan masyarakat sekitar selama Ramadhan. Program ini akan menghibur warga Indonesia di Arab Saudi dengan memberikan kesempatan melakukan telepon dengan keluarga maupun kerabat yang di Indonesia. Program ini tayang mulai 19 Juli 2012 tiap hari pukul 02.00-03.00 WIB.
  Sahur Bareng Mamah, menghadirkan Mamah Dedeh dan Abdel akan menjamu para tamunya untuk sahur bersama. (Senin-Minggu pukul 03.00-04.30 WIB). Mamah Dedeh Keliling Masjid adalah bincang-bincang spesial Ramadhan setiap Senin-Minggu, pukul 06.30-07.30 WIB.
   Program lainnya, Man Jadda Wajada dan Pesbukers. Man Jadda Wajada mengangkat petualangan bocah Nizam dan Ustadz Subky selama Ramadhan. Nizam yang lucu akan bertualang dan bertemu dengan serangkaian masalah dan Ustadz Subky selalu siap menasihati. Dibawakan dengan santai dan penuh canda mulai tanggal 16 Juli 2012 setiap hari Senin-Selasa pukul 16.00-17.00 WIB.
   Pesbukers (Pesta Buka Bareng Selebritis) menghadirkan Olga Syahputra, Raffi Ahmad, Jessica Iskandar, Melaney Ricardo dan Opie Kumis, mulai Senin-Minggu pukul 17.00-18.30 WIB. Program Chatting dengan YM (Yusuf Mansur), Ustadz Yusuf Mansur sebagai pembawa acara dan narasumber. Ada juga Deni Cagur sebagai co-host tayang mulai 16 Juli 2012, Senin-Jumat pukul 21.00-22.00 WIB. 
   Seleb Berbagi, Sabtu dan Minggu pukul 19.00-20.00 WIB mulai 21 Juli 2012. Tabligh Akbar Bersama Ustadz Yusuf Mansur, tausah di berbagai daerah dan tanya jawab dengan penonton. Program ini tayang setiap hari Sabtu-Minggu pukul 21.00-22.30 WIB mulai 15 Juli 2012.
   INDOSIAR
   Stasiun Indosiar memilih memajang pelawak Doyok begadang tiap hari selama Ramadhan. Dia bersama grup lawak Srimulat mengisi acara Sahur Bersama Srimulat mulai pukul 03.00 WIB.
   Doyok saat jumpa pers program Special Semarak Ramadan 2012 di Indosiar, memastikan fisiknya masih kuat begadang. Doyok mengatakan, dia tidak menggunakan narkoba untuk membangkitkan staminanya. "Saya sudah berhenti 12 tahun, Mas. Sekarang saya justru jualan. Jualan lawak ha-ha-ha," celoteh pelawak bernama asli Sudarmadji itu.
    TRANS TV
   TransTV menyiapkan sejumlah paket tayangan khusus Ramadan Waktunya Kita Sahur (Tiap hari pukul 02.30-04.30 WIB). Sketsa komedi ini akan menampilkan suasana masyarakat yang multietnis, ada Indonesia, Jepang, Inggris, Australia dan lain-lain dibintangi Olga Syahputra, Raffi Ahmad, Jessika Iskandar, Adul, Cagur, Jono, Tyson, dan Suzuki. Ngabuburit (17.00-18.30 WIB) merupakan variety comedy menunggu berbuka puasa,  Sketsa Ramadhan (Senin - Jumat pukul 20.00 WIB), Tabligh Akbar (Tiap Jumat pukul 21.30 WIB) variety musik dan Tausiyah Ramadhan menyajikan konser musik disisipkan lagu-lagu bernuansa Ramadhan di tiap episodenya, yang dibawakan oleh artis-artis besar seperti Iwan Fals, Kotak, Syahrini, Rhoma Irama, Melly Goeslaw, Armada, Ira Swara, Citra Scholastika, Inul Daratista, The Virgin, Iwan Fals, Uut Permatasari, Wali, Vierra, 
  Pulang Kampung (Pulkam) Di Reportase Pagi, Reportase Siang, Reportase Sore, dan Reportase Terbaru pukul 21.00 WIB dan Jika Aku Menjadi Ramadhan (Pukul 16.15 - 17.00 WIB).
    SCTV
   Stasiun SCTV menghadirkan program Smash Ngabuburit, Mutiara Hati, Sabarrr dan sinetron Para Pencari Tuhan selain sinetron Insya Allah ada Jalan dibiintangi Maher Zain dan Fadly Padi, Pengen Jadi Orang Bener sebuah acara berkonsep warung kopi di mana ustadz akan memperlihatkan kisah-kisah kehidupan manusia melalui video di laptopnya (pukul 04.45 WIB, Senin - Minggu) serta Eat Bulaga Indonesia, reality show tiap jam 16.00 Wib, Tabligh Akbar Sambut Ramadan dimulai 14 Juli 2012 diisi lebih kurang 22 ustadz. Para penceramah tersebut antara lain Ustad Solmed, Guntur Bumi, Subki Al Bughuri, Quraish Shihab dan lain-lain.
   Acara musik SCTV menghadirkan Gema Ramadhan tiap Sabtu di empat lokasi (Banten, Bekasi, BSD dan Bandung) pukul 22.30 Wib. Sedangkan Musik Harmoni spesial religi tayang 22 Juli pukul 22.30 Wib.
   Direktur Program dan Produksi SCTV Harsiwi Achmad mengata-kan penayangan program unggu-lan tahun sebelumnya tetap dipertahankan karena permintaan masyarakat.
   "Keberhasilan Para Pencari Tu-han tak dipungkiri. Sebab sampai saat ini sinetron yang masuk sesi 6 tersebut masih diminati. Pun dengan sinetron Insya Allah ada Jalan yang kini jadi program unggulan Ramadhan. Diharapkan semua program menjadi motivasi kami guna mem-berikan sinetron Ramadhan yang lebih istimewa selama Ramadhan ini," kata-nya.
   MNC TV
   MNCTV menyajikan berbagai program bernuansa islami. Salah satunya, Berkah Cinta Ramadhan mulai 20 Juli 2012 terdiri dari tayangan unggulan sinetron, kartun dan animasi, hiburan dan musik religi sejak menyantap sahur. Tidak kurang dari tiga sinetron terbaik dihadirkan seperti Kami Bukan Malaikat, Si Alif, dan Tendangan Si Madun season 2.
   Program khusus lainnya adalah Simfoni Religi, yang menampilkan mini orchestra dengan penyanyi ternama seperti Raihan, Rossa, Syahrini, Yuni Shara, Mu-lan, The Virgin, Armada, Setia Ba-nd, Ridho & Sonet2
   "Kami bahagia bisa tampil bareng di sini. Kami telah usai rekaman dua acara. Satunya simfoni religi, keduanya easy listening, bisa gabung dengan artis-artis Indonesia, musik-musik luar biasa. Momen tak terlupakan, indah dan luar biasa," ujar Zulfadli, personel Raihan, usai jumpa pers program Ramadhan MNC TV di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/7).
   "Semoga sajian Berkah Rama-dhan yang istimewa ini dapat menambah khasanah pengetahuan dan menambah kekhusyukan pemirsa berpuasa," kata Nana Putra, Managing Director MNC TV.
   Kendati para programmer stasiun televisi sudah ‘berjanji tidak nakal’, bukan tidak mungkin pemirsa mendapati keseleo lidah dari para pengisi acara. (kf1/ kf2/kf3)

Syamsul Lussa: Dunia perfilman sedang berubah

Drs Syamsul Lussa MA (foto: dudutsp)
DUNIA perfilman Indonesia mengalami perubahan dengan hadirnya system digital yang menggeser seluloid sebagai media penyimpan gambar. Perubahan ini berimbas pada industri yang tidak siap. Salah satu korban, Mitra Lab yang tutup awal Juli 2012. Meski bertahan,  lab film Interstudio milik pengusaha Njo Han Siang tak kurang cemasnya menghadapi perubahan ini.
   Terkait dengan hal itu, tabloid KABAR FILM mewawancarai Drs Syamsul Lussa MA, selaku Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.  Berikut petikan wawancara di Gedung Film, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, akhir pekan silam:
   Bagaimana Anda melihat perfilman Indonesia saat ini, terutama di sektor produksi?    
   Perubahan dramatis sedang melanda dunia perfilman saat ini, mulai dari system produksi, pasca produksi, pemasaran, hingga distribusi dan eksibisi. Implikasinya jelas, secara sistemik semua komponen yang tidak sekadar membuat biaya lebih murah, tapi juga lebih mudah bahkan lebih ramah lingkungan. Peluang peningkatan jumlah produksi film terbuka, tetapi tidak sedikit permasalahan yang muncul, antara lain usaha jasa teknik, distribusi, bioskop, sensorship, hingga tenaga kerja. Ini terjadi tidak hanya di Indonesia tapi di semua Negara.
   Indonesia seperti terkejut-kejut dengan peralihan sistem seluloid ke digital. Mengapa bisa begitu?
  Sebenarnya peralihan dari seluloid ke digital tidak terjadi secara revolusioner, karena sudah dimulai sekitar 14 tahun yang lalu. Pada tahun 1998, Sony mulai memperkenalkan HDCAM recorders dan kamera video digital 1920 x 1080 pixel dengan teknologi sensor CCD.
   Kemudian tahun 2001 Pasadena Fox Pilot, untuk pertamakali menayangkan serial film televisi yang diproduksi secara digital. Pada tahun yang sama, garapan film cerita Once Upon A Time in Mexico – pertamakali diproduksi dengan 24 fps high-definition digital video. Tahun-tahun berikutnya, beberapa usaha produksi film Blockbuster mengikuti jejak ini. Red Digital Cinema Camera Company didirikan sehhingga ARRI, Panavision dan Aaton tutup pada 2005. Jadi, teknologi berkembang setiap hari.
    Bagaimana pemerintah menyikapi badai pada industri laboratorium film?   Yang pasti kami tidak dapat berbuat lebih jauh, kecuali  tetap melihat keberadaan lab yang ada saat ini maupun yang sudah tutup sebagai bagian dari proses sejarah perfilman di Indonesia.
    Jadi bukan hanya Indonesia yang punya masalah peralihan teknologi?
   Pada tahun lalu, Technicolor menutup laboratoriumnya di Utara Hollywood dan Montreal, Canada dan mengalihkan bisnis pasca-produksinya menggunakan 65mm/70mm (untuk imax) dan Delux mengakhiri bisnis pasca-produksinya (35nn/ 16mm) di Inggris. Jejak ini juga diikuti oleh satu usaha jasa tehnik di Indonesia awal bulan ini.
   Teknologi yang bersahabat dengan lingkungan ini mulai memasuki era kematangan pada tahun ini. Kini hampir sulit memisahkan antara gambar hidup nyata dan animasi. Telah terjadi konvergensi layar hijau – gambar nyata. Film tiga dimensi muncul.
    Langkah apa yang harus dilakukan perusahaan film jasa produksi dan post-pro?   Perusahaan perfilman yang bergerak di pasca-produksi hingga ke eksibisi terpaksa harus menyesuaikan perubahan yang tengah melanda bisnis perfilman. Sama halnya di beberapa Negara, operator bioskop-bioskop utama di Indonesia tengah menjalani peralihan pengoperasian proyektor seluloid ke digital dan dijadwalkan rampung pada akhir tahun ini.
   Pada tahun ini, mayoritas bisnis perfilman di dunia beralih dari seluloid ke digital. Diperkirakan pada tahun 2015, hampir semua usaha perfilman dunia akan digitalisasi. Dengan demikian, periode 2012 hingga 2015 dapat dikatakan sebagai era ‘revolusi’ digitalisasi dunia perfilman.
    Untung-ruginya beralih dari seluloid ke digital seperti apa?  
   Pada satu sisi, kondisi ini menjadi malapetaka bagi sebagian industri jasa yang bergerak di bidang perfilman, tetapi pada sisi lain, menjadi peluang bagi tumbuh dan berkembangnya industri perfilman karena selain bisa menekan biaya produksi dan pasca-produksi juga masalah peredaran film menjadi lebih mudah. Peredaran film akan semakin mudah karena film dapat didistribusikan melalui hard drives, optical disks, atau satelit ke bioskop-bioskop yang menggunakan proyektor digital.
   Efek lainnya apa saja?
  Tentu berimbas pada rumah produksi yang semakin bergairah. Kegairahan produksi dipicu oleh peningkatan kecenderungan atau trend kerjasama produksi antar perusahaan bahkan lintas Negara yang belakangan semakin meningkat. Terlebih lagi, saat ini lebih dari 300 komisi film di 40 negara yang bersaing menarik produser untuk syuting di negaranya. Berbagai paket kemudahan hingga pemberian insentif ditawarkan. Tawaran keringanan pajak rabat, diskon hingga bantuan pendanaan  produksi, pemasaran, dan distribusi mewarnai bursa-bursa film internasional.
   Ke depan fungsi film apakah akan tereduksi atau jauh lebih besar?
   Kalau kita lihat ada beragam motivasi yang melatari persaingan bisnis atau kegiatan perfilman. Dulu film digunakan sebagai alat propaganda ideologi dan politik. Sekarang, masih relevan bahkan meluas sebagai alat promosi sosial-budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan bangsa. Tidak sedikit Negara yang menggunakan film sebagai alat pencitraan sebuah destinasi wisata.
   Apa yang harus diantisipasi kalangan perfilman Indonesia?
   Beberapa negara tahu betul kekuatan film sebagai alat promosi pariwisata dan tidak segan untuk membiayai produksi film yang dianggap sejalan dengan program promosinya. Semua ini disadari dan mewarnai arah peningkatan produksi. Tidak hanya sampai di situ. Konvergensi telekom, komunikasi yang melanda dunia saat ini juga dimanfaatkan oleh sebagian produser film indie di dunia yang kini tengah menggeluti kerjasama produksi film melalui cloud atau dunia maya. Mereka berbagi cerita, scenario dan sebagainya melalui dunia maya tanpa harus merogoh saku dalam-dalam untuk kemudian setelah matang siap produksi, mereka segera memulainya. Intinya kuantitas produksi film dunia bakal meningkat pesat. Implikasinya sangat jauh. Ini perlu diantisiapasi kalangan perfilman kita dengan ‘berubah’. (teguh imam s)

Berlanjut, tradisi film Indonesia di ajang PiFan Korea

DARI sekian banyak festival film di mancanegara, kota Puchon di Korea salah satu yang disasar sineas Indonesia. Pasalnya, para pembuat film kita banyak yang menjadikan kota di negeri ginseng ini sebagai ajang pamer filmnya. Berawal dari film Kala-nya Joko Anwar yang menjadi film penutup dari PiFan (Puchon International Fantastic Film Festival) tahun 2007. Sejak itu, tradisi ini terus berlanjut.
   Tahun 2009, Joko bersama dua film Indonesia lainnya berpartisipasi di PiFan. Karyanya adalah Pintu Terlarang. Sedangkan dua lainnya berturut-turut Rumah Dara (sutradara Mo Brothers) dan Merantau (karya Gareth Evans). Selanjutnya, pada tahun 2011 ada The Perfect House (Afandi Abdul Rahman) dan Madame X (Lucky Kuswandi).
   Tahun ini, film Indonesia masih terus hadir di sana. Ada Parts of The Heart karya sutradara Paul Agusta dan Belenggu karya sutradara Upi. Tak ketinggalan juga turut hadir sebuah film omnibus yang digalang Upi untuk sejumlah pembuat film anyar, Hi5teria. Proyek yang diongkosi Starvision ini sempat diputar di layar bioskop bulan Maret silam.
   “Keikutsertaan Hi5teria di PiFan semoga  menciptakan regenerasi kreatif perfilman Indonesia, hingga dapat berkiprah di festival kelas dunia,” kata Chand Parwez, produser Starvision.
   Kabar menarik juga datang dari Vera Lasut, produser yang tahun lalu membuat The Perfect House ini kembali go international. Kolaborasinya bersama sutradara Billy Christian lolos di ajang Project Spotlight di Puchon, Korea Selatan tahun 2012.
   Berawal dari surat yang dikirimkan oleh Jungwon Han, pengurus Project Spotlight untuk NAFF di 16th PiFan (Puchon International Fantastic film festival) tertanggal 7 Juni lalu.
   “It is great pleasure to inform you that your project Blue Blood is selected as one of the official projects for Project Spotlight.
   “Ya, senang. Karena itu kan semacam ajang pitching pembiayaan film di festival film Puchon. Artinya, film kita diperhatikan pihak luar,” tutur produser yang berpengalaman menggarap film horor ini beberapa waktu lalu.
   Dituturkan Vera, email tersebut menjadi sekuel dari ajang festival film Puchon (PiFan) yang diikutinya saat membawa The Perfect House di ajang non-kompetisi tahun lalu.
   Di sana, petinggi festival, Thomas Nam Jongsuk bertanya perihal proyeknya yang akan dibuat. Thomas segera memintanya untuk mengirim bahan ke ajang NAFF (Network of Asian Fantastic Festival). Selanjutnya, Vera mengirimkan usulan proyeknya bersama Billy, yakni Blue Blood (Darah Biroe).
   “Ini film horor kok, settingnya jaman dulu, jauh sebelum Indonesia merdeka. Belum ada yang pernah buat kan?” kata sang produser.
   Project Spotlight sendiri adalah nama program di bawah NAFF, sebuah bagian dari forum khusus yang digelar di PiFan (Puchon International Film Festival). NAFF bakal digelar antara 23-25 Juli 2012.
   Di sana para peserta Project Spotlight: Indonesia bakal ikut pertemuan dengan pihak potensial yang tertarik dengan proyek mereka. Peserta bisa presentasi proyek film yang mereka ajukan selama 30 menit.
   Setiap proyek yang masuk program ini akan bersaing untuk meraih total hadiah sebesar 34.000 dolar Amerika. Selain pemenang utama, masih ada 3 proyek film lainnya yang akan mendapat bantuan selama proses post production.
   Berikut hasil lengkap Official Selections of Project Spotlight: Indonesia:  1. Blue Blood (Sutradara: Billy  Christian, Produser: Vera Lasut), 2. Beautiful Beast (Sutradara: Paul Agusta, Produser: Kyo Hayanto), 3. Trauma (Sutradara: Sidi Saleh, Produser: Nita Triyana), 4. Curious Grandmas: The Murder of Annet Van Houten (Sutradara: Lucky Kuswandi, Produser: Sammaria Simanjuntak), 5. Homestay (Sutradara: Nitta Nazyra Noer, Produser: Rusli Eddy). (bob/tis)

YPPHUI beri empat tokoh Misbach Yusa Biran

KEPERGIAN tokoh perfilman H Misbach Yusa Biran belum lama berlalu. Lantaran kiprahnya di blantika film nasional banyak pihak ingin selalu mengenangnya. Salah satunya Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail (YPPHUI).  Senin malam, 16 Juli 2012 lalu digelar acara bertajuk Mengenang H Misbach Yusa Biran  di PPHUI.
   “Awalnya kami rencanakan menggelar acara 100 Hari almarhum H Misbach Yusa Biran, yang jatuh 19 Juli 2012. Karena sudah dekat bulan suci Ramadhan dan dikhawatirkan pihak keluarga akan mengadakan acara yang sama, maka kami majukan menjadi 16 Juli 2012,” ungkap Ketua Y-PPHUI, H Djonny Syafruddin, SH.
   Semasa hidupnya, almarhum Misbach (kelahiran Rangkasbitung, Banten 11 September 1933) dikenal sebagai pekerja film ya-ng komplit. Mulai dari sutradara, penulis skenario, drama, cerpen, kolumnis dan sastrawan Indonesia. Namun perannya yang paling penting sebagai Pelopor Dokumentasi Film Indonesia.
   “Kontribusi terbesar beliau untuk perfilman nasional dengan mendirikan lembaga arsip film “Sinematek Indonesia” pada tahun 1975,” papar Djonny. Misbach, lanjutnya, memimpin institusi tersebut hingga tahun 2001. “Sosoknya bahkan menjadi identik dengan lembaga tersebut.”
   Sinematek Indonesia resmi berdiri 20 Oktober 1975. Eksistensinya diakui pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.34/H-M.001/MKP/2008 tanggal 8 September 2008 tentang Penetapan Objek Vital Nasional Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. Di sana disebutkan Sinematek Indonesia menjadi salah satu Objek Vital Nasional yang perlu dilindungi Pemerintah.     
   Di sana bisa dilihat rangkaian sejarah perfilman nasional, mulai dari awal pembuatan film di Indonesia, kreativitas sineas berbagai zaman, hingga film saat ini.
   Sayangnya, kini upaya perawatan arsip film di Sinematek terkendala dana. Seyogyanya pemerintah, baik Pemda DKI mau-pun Pusat ikut campur tangan. Hal tersebut diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman, Pasal 38 ayat (5) berbunyi: “Pengarsipan film sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat dukungan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.”  (bobby)

Festival Budaya Lembah Baliem digelar ke-23 kali

Jumpa pers Festival Budaya Lembah Baliem 2012
KEGIATAN Festival Budaya Lembah Baliem 2012 kembali akan digelar oleh Pemkab Jayawijaya. Tahun ini merupakan yang ke-23 kalinya Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) dilaksanakan, dengan dukungan dana APBD Rp 2,5 Miliar event selama 4 hari tersebut pada 8-11 Agustus 2012. Keseluruhan acara akan berlangsung di Desa Wosi, Distrik Wosilimo, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Serangkaian pertunjukan budaya disiapkan antaranya tari perang, tradisi bakar batu, karapan babi, hingga lomba memanah untuk para turis.
 "Kami mengeluarkan Rp 2,5 M untuk pelaksanaan festival ini," tutur Wempi Wetipo, Bupati Kabupaten Jayapura saat jumpa pers FBLB di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Jumat (27/7). Lanjut Wempi, jumlah tersebut tak hanya digunakan untuk melengkapi infrastruktur setempat tapi juga dibagikan kepada masing-masing kelompok pertunjukan.
   "Tari perang-perangan misalnya, ada 100-an orang yang berpartisipasi di situ. Nah uangnya diberikan ke mereka juga," tambah Wempi.
   FBLB 2012 akan lebih meriah dibanding tahun-tahun kemarin. Soalnya, seluruh lapisan masyarakat dari 40 distrik di Kabupaten Jayawijaya akan ikut andil dalam event ini. Wisatawan akan dimanjakan dengan beragam pertunjukan budaya, menikmati makanan khas Papua, serta melihat rumah adat Honai yang unik bentuknya.
  "Yang ditampilkan di Lembah Baliem adalah bukan sesuatu yang direkayasa tapi merupakan kebiasan dari tradisi hidup masyarakat yang terus menerus dibawa," lanjut Wempi Wetipo.
Festival tertua  
   Sementara itu, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparenkraf) Sapta Nirwandar yang juga hadir, mengatakan Festival Budaya Lembah Baliem ini merupakan festival tertua yang ada di Indonesia.   
   "Mengingat sudah 23 kali dilaksanakan, maka FBLB ini termasuk yang festival  budaya tertua di Indonesia. Kementerian Parekraf selalu memberikan dukungan, tidak hanya secara moril juga materil," ungkap Sapta Nirwandar. Hal ini diperkuat dengan penuturan Wempi, yang menyatakan festival ini pertama kali dimulai pada tahun 1990. Dalam perayaan ini dipertunjukkan berbagai atraksi yang ditampilkan oleh masyarakat setempat.
   Atraksi tersebut di antaranya pertunjukan perang-perangan yang menjadi tradisi masyarakat setempat sebelum agama Kristen masuk, beragam tari-tarian seperti tari muda-mudi mencari jodoh, tarian adat pesta kawin, serta tarian adat pada saat upacara adat, dan yang paling unik ialah atraksi karapan babi yang dilakukan oleh kaum perempuan.
  "Kenapa kita juga ada kegiatan karapan babi yang akan kita laksanakan, karena itu identik dengan kehidupan masyarakat yang merupakan sejarah turun temurun," tutur Wempi.
   Menurutnya, kegiatan ini sendiri dilakukan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang telah ada pada masyarakat setempat selama bertahun-tahun silam. Selain itu, wisatawan yang datang pada festival ini dapat pula ikut serta dalam setiap kegiatan yang ada.
   Misalnya berpartisipasi menghias badan, memakai koteka maupun noken (tas tradisional masyarakat Papua), serta berbagai perlombaan seperti lomba memanah dan lomba lempar tombak.Acara ini akan dilaksanakan selama tiga hari yang melibatkan 40 distrik di Kabupaten Jayawijaya.
   Selain menyelami kehidupan suku Dani yang mendiami Lembah Baliem, wisatawan juga bisa ikut lomba melempar sege (tongkat), juga memanah. Bahkan, wisatawan laki-laki bisa mengenakan pakaian adat Papua yaitu koteka dan berbaur dalam tarian adat mereka!
   "Yang wanita bisa mengenakan rotali (rok yang terbuat dari tali atau rumput-red)," tambah Wempi.
   Ada satu hal yang menonjol pada festival yang digelar selama 4 hari ini. FBLB adalah festival budaya tanpa rekayasa, sudah dilakukan lintas generasi dan lintas zaman.
   "Dari tahun ke tahun, sejak dulu, sudah begini tradisinya. Makanya, FBLB jadi wujud pelestarian budaya masyarakat Papua terutama suku Dani," kata Sapta Nirwandar. (kf1)

Senin, 30 Juli 2012

Konser sufi Candra Malik gandeng 13 maestro


Candra Malik (foto: dudut suhendra putra)
BERPAKAIAN khas Timur Tengah, bercelana bluejeans belel ala koboi hingga sarungan dan peci Indonesia pada konser Samudera Cinta di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Selasa (17/7) malam, menjadi istimewa tak hanya bagi sosok Candra Malik tetapi juga penonton.
   Pria yang ujug-ujug membuat album Kidung Sufi Samudera Cinta  ini membuat terobosan kolaboratif yang heboh, menggandeng sedikitnya 13 maestro musik Indonesia. Sebut diantaranya, Idris Sardi, John Paul Ivan (ex Boomerang), Emha Ainun Nadjib, Addie MS, Tohpati, Dewa Budjana, Hendri Lamiri, Dik Doank, Sudjiwo Tedjo, Mustafa Bisri, dan sejumlah musisi seperti Marzuki Mohamad (Jojakarta Hip Hop Foundtaion), Heru (Shaggydog), Trie Utami dan Anjie ‘Drive’.
   Sebelum pentas, kepada wartawan Candra Malik yang juga seorang penulis eks wartawan itu mengaku menjalani sufi selama 20 tahun.
   “Saya tidak berhasrat atau memikirkan apakah album ini akan laku atau tidak. Tetapi, ini   bentuk syiar baru musik reliji, yang selama ini selalu dipersepsikan harus berbau musik padang pasir. Sesungguhnya, Islam tidak selalu Arab, dan Arab tak selalu Islam,” tegas Candra.
   Momentum Ramadhan 1433 H ini dijadikan saat-saaat terbaik bagi musisi sufi asal Solo tersebut untukmeluncurkan album solo religi perdananya. Candra menghadirkan 12 lagu religi bernuansa yang jauh dari irama padang pasir.
   Pria kelahiran 25 Maret 1978 ini, mengatakan religiusitas dan spiritualitas adalah satu dan lain hal yang berbeda dengan kultur.  Oleh karenanya, "Dalam kidung Sufi, siapa saja bisa mendengarkan bagaimana genre musik klasik, jazz, pop, rock, rap, raggae dan suluk wayang kulit, berjumpa dalam kerukunan dan harmoni, yang masing-masing menonjol sesuai jatidiri,”  kata Candra.
   Dalam acara ini, sebagian besar maestro yang terlibat dalam album Kidung Sufi terlihat ikut serta memeriahkan acara. Sayang sang Kiai sekaligus Budayawan KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang dikenal Gus Mus dan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun tidak tampak hadir menyemarakan.
   Candra berharap album barunya mampu menyampaikan pesan ke seluruh penjuru dunia, bahwa Islam merupakan Agama yang penuh cinta dan kasih sayang. “Karena Islam adalah rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh umat bukan rahmatan lil muslimin atau rahmat hanya untuk kaum muslimin,” ujarnya. (kf1)

Ada Jokowi di film "Finding Srimulat"

Joko Widodo (foto: sutrisno buyil)
FILM Finding Srimulat produksi Garuda Film yang belum lama ini melakukan proses pengambilan gambarnya di Solo, Jawa Tengah sempat dikunjungi tamu penting. Walikota Solo, Joko Widodo turut menyambangi lokasi syuting film yang disutradarai oleh Charlez Gozali tersebut. 
   Kedatangan Joko Widodo ke Stasiun Solo Balapan yang tengah digunakan sebagai tempat lokasi pengambilan gambar Finding Srimulat adalah dalam rangka untuk memberikan dukungan kepada seluruh pemain maupun kru. 
   Selain turut bermain di film ini, pria yang akrab disapa Jokowi ini ternyata adalah penggemar Srimulat sejak kecil.
   "Kebetulan rumah saya itu hanya 50 meter dari Taman Balekambang, jadi hampir tiap minggu saya nonton Srimulat. Tapi dari luar, karena kalau di dalam harus bayar dan saya saat itu tidak mampu. Jadi saya sudah suka dengan Srimulat sejak SMP," ungkap Jokowi saat ditemui 21cineplex di Stasiun Solo Balapan, Jawa Tengah (10/5).
   Bentuk dukungan Jokowi dalam film Finding Srimulat ternyata ti-dak hanya turut bermain, tapi juga dengan mempermudah segala masalah administratif di Kota Solo. Pria yang dilahirkan di Surakarta 50 tahun yang lalu itu juga menggambarkan kisah film yang di produksi oleh Magma Entertainment adalah bentuk sebuah penghargaan kepada grup lawak Srimulat.
   "Saya lihat film ini mungkin mengungkap sebuah fakta Srimulat itu seperti apa, dalam kekiniannya. Dan dari film ini diha-rapkan tentu saja ada gagasan ide dari anak-anak muda untuk menghidupkan kembali legenda hiburan tradisi Srimulat dalam versi yang lebih sesuai dengan anak muda saat ini," tambah Jokowi.
   Lebih lanjut Jokowi juga berharap lewat Finding Srimulat, Grup lawak legendaris tersebut bisa kembali bangkit dan  menghibur seluruh masyarakat. 
   "Untuk mencapai itu memang tidak mudah, karena ini ada masalah manajemen dan masalah selera dengan pasar. Mungkin kedepannya kita harus menggarap sesuai dengan zaman, bukan Srimulat yang dulu tapi Srimulat yang sekarang. Tapi tidak tahu seperti apa. Dan mungkin film ini akan memunculkan sebuah ide dan gagasan kembali mengangkat legenda Srimulat dalam sebuah kekinian," jelasnya.
   Ketika ditanya mana yang lebih enak antara main film dan men-jadi walikota, Jokowi seraya tersenyum mengucapkan, "Saya lebih suka jadi rakyat," katanya singkat.
    Selain para anggota Srimulat seperti Tessy, Mamik dan Gogon, Finding Srimulat juga turut dibintangi oleh Reza Rahadian, Rianti Cartwright, dan Nadila Ernesta. Film yang akan mengangkat tema romansa tentang Srimulat itu direncanakan akan tayang di bioskop pada September 2011. 

Tidak keluar duit
Jokowi membantu sepenuhnya proyek film ini. Dia menyediakan lokasi syuting film di Solo, membuka tanah pribadinya jadi tempat syuting, kemudian memudahkan segala fasilitas izin, tanpa pungutan biaya, memudahkan urusan perizinan dari kepolisian. Termasuk mengizinkan taman budaya Sri Wedari Solo tempat pe-ngambilan gambar film Finding Srimulat. 
   "Pak Jokowi menyediakan semua fasilitas secara cuma-cuma. Sebagai balasan, kami akan memutar film perdana secara gratis juga di taman Sri Wedari, sebelum film diputar di bioskop," kata Charles Gozaly, sutradara Finding Srimulat kepada Kabar FILM di acara “Mengenang H Misbach Yusa Biran” di Gedung PPHUI.
  Dia menambahkan, Jokowi sama sekali tidak mengeluarkan uang untuk mensponsori film. Kapasitas Jokowi selaku kepala daerah untuk memuluskan pengurusan izin. Biasanya kalau meng-urus izin syuting, meminta izin pengaman dari polisi, dan lain-lain itu memakan waktu lama.
   "Dengan adanya Pak Jokowi, syuting di Solo, tidak ada lagi urusan tetek bengek," ucap dia.
Berbekal komunikasi intensif dengan Jokowi, tim memperoleh kekuasaan menggali kekayaan budaya dan tradisi kota Solo.
   "Bagi saya, ini bukan sekedar film komedi yang tak sekedar me-ngundang tawa, tetapi bernuansa budaya," ungkap Charles. Ia menjelaskan, tak mudah untuk memadukan pemain Srimulat. Apalagi, para pemain Srimulat memiliki improvisasi panggung. (kf1)

Alot, pembentukan Badan Perfilman Indonesia

BADAN Perfilman Nasional (BPI)  telah diwacanakan oleh pemerintah berdasarkan amanat UU Perfilman no 33 Tahun 2009 -- yang hingga kini belum ada petunjuk pelaksananya. Sebagai lembaga pengganti Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) yang paripurna tahun 2009 itu, BPI diharap mampu menjadi payung kreatif bagi insan perfilman nasional. Namun, sejauh ini belum terdengar progres wacana tersebut, baik dari pemerintah maupun kalangan perfilman sendiri. 
  "Sebelum BPI dibentuk, sebaiknya semua orang film duduk bersama. Ngobrol deh, apa penting BPI itu? Kalau tidak penting kenapa, kalau penting bagaimana kelanjutannya?" kata H Djonny Syafruddin SH, mantan Ketua BP2N yang kini Kepala Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI).
 BPI seperti dikatakan Direktur Pengembangan Industri Perfilman Drs Syamsul Lussa MA, akan menjadi wadah ide dan kreasi insan film. 
   “Pembentukannya terserah pada orang film, pemerintah hanya bertugas memfasilitasi,” kata Syamsul Lussa ditemui terpisah. 
   Dikatakan Syamsul, pihaknya telah mengundang orang film untuk membahas pembentukan BPI. Namun keterbukaan pihaknya tersebut belum mendapat respons signifikan.
   Ketika rencana BPI ini disampaikan ke beberapa sineas, seperti Jose Poernomo, Lola Amaria, dan Ine Febriyanti mereka menyatakan tidak tahu rencana pembentukan BPI.
   “Kalau itu menyangkut urusan publik sebaiknya gencar disosialisasikan. Saya pernah mendengar soal BPI tetapi hanya sekilas. Kapan itu dibentuknya?” kata Jose dijumpai di kantor PT Soraya Intercine Films pekan lalu.
   Selain Jose, yang juga asing terhadap BPI adalah Ine Febriyanti. “Apaan tuh BPI, wah gak tau,” kata Ine, yang belakangan aktif dalam produksi film indie seperti KitaVSKorupsi, dan Tuhan Pada Jam 10 Malam.
   Ketidaktahuan tentang rencana pembentukan BPI juga diungkap sutradara Lola Amaria. Maka, ketika dimintai komentarnya Lola terkesan enggan. “Bagaimana saya mau berkomentar, tahu juga tidak apa itu BPI,” kata sutradara Minggu Pagi di Victoria Park dan Sanubari Jakarta.
   Kendati mendengar sedikit soal BPI dari rekannya, Jose Poernomo mengharapkan BPI akan menjadi wadah yang benar-benar bermanfaat untuk kepentingan perfilman. “Saya pernah ngobrol semeja dengan Pak  Jero Wacik waktu dia Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di kantornya. Itu  ketika film saya Jelangkung lagi rame dibicarakan. Seingat saya, ketika itu ada juga Riri Riza. Yah, obrolan ringan,” kata Jose, seraya me-nyebutkan, salah satu yang dibicarakan saat itu tentang bagaimana pajak perfilman  di ‘nol’ persenkan.
  Tidak bersemukanya kalangan perfilman bukan hal baru. Belakangan ini  terdengar di lingkungan oganisasi perfilman adanya gap komunikasi di kalangan para sineas muda dengan para elit perfilman. Jika yang muda hadir, yang tua menyingkir. Begitu sebaliknya. Padahal lewat BPI ini event seperti FFI bisa dilaksanakan. 
   Menurut pengamat Didang Pradjasasmita, ketidakrukunan orang film akan menjadi bumerang bagi perkembangan perfilman nasional. “Setahu saya pembahasan tentang hal-hal terkait perfilman di DPR nyaris tidak pernah dihadiri atau diikuti oleh kalangan perfilman yang notabene akan membutuhkan UU atau regulasi yang dibahas di DPR nantinya,” ujar Didang.
   Didang juga melihat, UU Perfilman yang sudah disahkan tiga tahun silam, sampai hari tidak menunjukkan ada PP-nya lantaran sikap kurang pedulinya orang film sendiri. (kf1)

Seniman terus teriakkan stop illegal download


HAMPIR mati dan nyaris apatis. Demikian sikap masyarakat industri musik Indonesia terhadap kasus pembajakan hak cipta. Rintihan hati insan musik itu sudah belasan tahun disuarakan, namun tidak ada tanda selesai hingga kini. Gerakan “Stop Illegal Download” musik karya anak negeri pun kembali diserukan para stakeholder musik Indonesia dalam diskusi bertajuk Penyelamatan Musik Indonesia di Era Digital di Gedung Sapta Pesona, kantor Kementerian Parekraf, Senin (9/7).  
  Diskusi yang digelar Majalah Warta Ekonomi  bekerjasama dengan Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya (Ditjen Ekraf BSB) Kemenparekraf dihadiri seluruh stakeholder musik mulai dari pencipta, penyanyi, hingga pelaku industri musik serta wakil dari Kemenparekraf, Kemeninfo, dan Kemenkumham.   
   Para pelaku kreatif musik menyatakan.  musik Indonesia di era digital saat ini tengah menuju kematian hal ini akibat praktek maraknya penjualan kaset mau-pun CD bajakan maupun aksi mengunduh lagu-lagu Indonesia secara ilegal (illegal download) melalui situs internet yang setiap tahun merugikan triliunan rupiah.
  “Sudah saatnya kita semua para seniman, industri, pemerintah, dan masyarakat   bersama-sama menghenti-kan illegal download, karena secara ekonomi merugikan kita semua serta merusak karakter bangsa Indonesia yang tak mau disebut sebagai bangsa pe-mbajak karya cipta,” kata Dharma Oratmangun, Ketua Umum Yayasan Karya Cipta Indonesia.
   Dikhawatirkan bila kondisi seperti ini terus berlarut-larut, industri musik Indonesia akan gulung tikar sehingga tidak ada lagi para kreator mencipta musik tetap berkarya. “Kami berharap pemerintah memberi perhatian serius untuk menyelamatkan musik Indonesia, agar kami bisa lebih kreatif menciptakan lagu,” kata Ello artis musik, seraya menyerukan saatnya masyarakat mengambil bagian untuk menyelamatkan musik Indonesia dengan menghentikan illegal download.
   Dalam sambutannya Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kemenparekraf Ukus Kuswara menyatakan, melalui diskusi publik diharapkan ditemukan solusi terbaik dalam mengatasi persoalan yang tengah menimpa musik Indonesia yang saat ini memasuki era digital.  “Illegal download musik Indonesia merupakan persoalan yang tidak mudah mengatasinya, untuk ini  membutuhkan peranan kita semua,” kata Ukus.
   Sementara itu dalam pertemu-an sejumlah tokoh musik dengan Menkoinfo dalam upaya menyelamatkan musik Indonesia di Jakarta, baru-baru ini, telah disepakati agar dilakukan tiga langkah konkrit yakni; kampanye stop illegal download, pemblokiran situs yang melakukan pembajakan musik, serta penegakan hukum bagi para pelaku. (kf1).

Hanung siapkan film 'Habibie dan Ainun'


KISAH romansa antara BJ Habibie dan mendiang istrinya (almh) Hasri Ainun Habibie, akan diangkat ke dalam film berjudul Habibie dan Ainun yang rencananya tayang Desember 2012. "Kami memproduksi film ini berdasarkan bu-ku 'Habibie dan Ainun', karena ada kisah cinta yang luar biasa di dalamnya," kata produser MD Pictures, Manoj Punjabi.
   Film drama romantis ini, rencananya akan mengambil lokasi syuting di Indonesia dan Jer-man. Menurut Manoj, Jerman dan Indonesia adalah dua negara yang menjadi latar belakang suksesnya Habibie sebagai seorang tokoh besar.
   Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari men-dapatkan peran sebagai Habibie dan Ainun da-lam film yang akan memulai proses pengam-bilan gambar pada 17 Juli hingga 9 September tersebut. Sutradara Hanung Bramantyo, diper-caya untuk menggarap film yang rencananya berdurasi sekitar dua jam tersebut. (kf3)

"Rumah Di Seribu Ombak", keragaman dan cinta

Adegan dalam 'Rumah di Seribu Ombak'
Judul: RUMAH DI SERIBU OMBAK Bahasa: Bahasa Indonesia Produksi: TABIA FILMS & WINMARK PICTURES Tahun Produksi: 2012 Periode Release:  Agustus 2012 Durasi: 102 menit Format : Digital Target Release Date: 18 Agustus 2012 OST: ‘Kuat Kita Bersinar’ (SID), Sony Music 
CAST (alphabetical order):  Andania Suri sebagai Syamimi (dewasa) Andre Julian sebagai Samihi (dewasa) Bianca Oleen sebagai Syamimi (kecil) Dedey Rusma sebagai Wayan Manik (kecil) Jerinx SID sebagai Ngurah Panji, Lukman Sardi sebagai H. Aminullah (Ayah Samihi), Tania Grace sebagai Aisyah Riman Jayadi sebagai Wayan Manik (dewasa), Risjad Aden sebagai Samihi (kecil).   
   KISAH Rumah Di Seribu Ombak  seluruhnya mengambil tempat di wilayah Singaraja, Bali. Tema yang mencuat adalah seputar keragaman etnis budaya dan agama, toleransi, cinta, dan isu-isu sosial yang biasa ditemukan di kehidupan sehari-hari. Tidak menghe-rankan jika dramatik film ini menyangkut  masalah putus sekolah, persahabatan, hubungan keluarga, kemiskinan, trauma-trauma masa lalu, dan mimpi-mimpi masa depan. Termasuk yang juga menjadi interest kisah film ini adalah kasus pedofilia di kalangan anak-anak sekitar pantai. Ini memberi plus drama baik di buku, maupun filmnya. Hanya saja, kisah pedofilia di dalam film tidak tergarap dengan, misalnya solusi. Mungkin seperti ‘janji’ sang sutradara, untuk lebih fokus pada masalah toleransi dan keragaman tadi.
   Sebagai setting, Singaraja adalah salah satu daerah di Bali yang memiliki populasi umat Muslim yang cukup banyak. Berangkat dari kondisi ini, Erwin melihat tema toleransi yang begitu tinggi dan layak diangkat ke permukaan. Dua tokoh utama Rumah di Seribu Ombak berasal dari latar belakang Hindu dan Islam. Persahabatan keduanya menjadi porsi terbesar di kisah itu.
   Pengambilan gambar yang seluruhnya di Bali menjadi salah satu jaminan indahnya scene-scene film yang mulai akan tayang di bioskop-bioksop mulai 30 Agustus 2012.  
   Untuk persiapan syuting sendiri, tim produksi mengangkut alat-alat yang semua berasal dari Jakarta. Ini menjadi syuting yang tidak sederhana jika tidak ingin disebut melelahkan. Namun dedikasi tim ini terbayarkan dengan menghadirkan visual yang baik.
  Versi novelnya sendiri sudah laris di pasaran dan berhasil menemukan pembaca-pembaca yang memberikan apresiasi cukup tinggi. Erwin Arnada mengambil posisi sebagai sutradara dan mengambil banyak bakat-bakat lokal untuk film ini. Selain Lukman Sardi, ada Jerinx dari grup musik SID yang ikut berperan. Film ini sangat layak ditunggu. Tema toleransi dan isu-isu sosial lain yang diangkat sejatinya dapat menambah pemahaman sebagai bangsa yang memiliki latar belakang berbeda. (kf1).