Sabtu, 14 Januari 2012

Anugerah Keris Panglima untuk pelaku industri wisata Medan

SEBANYAK 10 pelaku industri wisata di Kota Medan dianugerahi tropi ’Anugerah Keris Panglima’ dan koin Dinar emas pada malam Medan Tourism Award yang digelar di Garuda Plaza Hotel Medan, Senin (19/12/2011). Kesepuluh kategori penghargaan yang dinilai, masing-masing agen perjalanan, hotel, restoran, rumah makan, angkutan, penerbangan, gedung bersejarah, pekerja seni, media, dan tokoh pariwisata; kategori pekerja film yang mempromosikan wisata kota Medan tidak masuk kategori penilaian. 
   Padahal, sepanjang 2011 saja, dua sineas Medan mendapatkan penghargaan nasional di bidang film yang bertema budaya dan promosi pariwisata, yakni Onny Kresnawan, juara dalam Kompetisi film yang diadakan Kemenbudpar RI (sekarang ganti nama menjadi Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) dan Andi Hutagalung, juara dalam festival Film Dokumenter Bali yang digelar Dinas Kebudayaan Propinsi Bali. 

   Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan, Busral Manan mengatakan,
pemberian penghargaan ini dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang konsisten selama beberapa tahun belakangan di Kota Medan.
   ”Kita menyadari bahwa target kunjungan hanya bisa dicapai melalui kerjasama semua pihak. Dengan demikian, Pemko Medan merasa perlu untuk mengapresiasi kinerja para pelaku wisata, serta mendorong mereka untuk bekerja lebih giat lagi di masa mendatang,” kata Busrol kepada wartawan.
   Busrol menambahkan, selain menjadi bentuk apresiasi, ajang Medan Tourism Award 2011 juga merupakan bagian dari rangkaian highlight menuju program Visit Medan Year 2012. 'Sebagai acara yang bernuansa wisata, maka kita juga mengisi acara ini dengan konsep konsep wisata yang menghibur dan mendidik,” imbuhnya.


Datang Telat
Acara bergengsi yang menghadirkan nuansa pasar malam di Esplanade tahun 1920. Seluruh dekorasi dan setting mencoba replikan Deli tempo doeloe itu terpaksa molor hampir satu jam karena Walikota Medan, Drs. Rahudman Harahap MM yang sejak awal diharapkan dapat langsung membuka acara.
   Tidak sedikit pengunjung termasuk tokoh wisata Medan yang kecewa, padahal Medan Tourism Award 2011 tersebut merupakan ajang pemberian penghargaan yang pertama kali dilakukan oleh Pemko Medan.
   Tikwan Raya Siregar, selaku panitia penyelenggara menerangkan, tim juri yang menilai terdiri dari para akademisi, pengamat, dan figur-figur yang dianggap kredibel untuk melakukan penilaian secara objektif dan bertanggung jawab.
   ”Penyeleksian kita lakukan dengan sangat hati-hati dan memperhatikan berbagai aspek,” jelas Tikwan
   Menurut Tikwan, pemberian koin dinar emas dalam event ini menjadi simbol kemurnian dalam penyeleksian.
   'Emas dalam satuan Dinar adalah senyawa murni yang lebih tahan korosi dan unggul sebagai mata uang, kami pilih sebagai simbol ketulusan hati dalam penghargaan ini,' terang Tikwan kepada Kabar Film di Medan.
   Tikwan berharao event seperti ini dapat menjadi perhelatan tahunan, juga langkah Kadis Pariwisata Medan ini dapat menjadi motivasi bagi seluruh masyarakat Sumatra Utara khususnya Medan, untuk mengembalikan tradisi Melayu Deli, menggunakan mata uang emas dan perak dalam transaksi.

 Berikut adalah penerima 10 kategori Anugerah ”Keris Panglima”:

1. Rumah Tjong A Fie, terpilih sebagai gedung bersejarah terbaik.
2. JW Marriott Medan, sebagai hotel terbaik & paling konsisten
3. Ben M Pasaribu, terpilih sebagai pekerja seni yang mengharumkan Kota Medan
4. Narasindo Tour and Travel, terpilih sebagai agen paling inovatif
5. Garuda Indonesia Airlines, terpilih sebagai maskapay penerbangan terbaik
6. Restoran Tip-top, terpilih sebagai restoran terbaik
7. Rumah Makan Soto Sinar Pagi, terpilih sebagai rumah makan terbaik
8. Blue Bird, terpilih sebagai angkutan umum ternyaman
9. Harian Medan Bisnis, terpilih sebagai media terbaik
10.Ben Sukma, terpilih sebagai tokoh pariwisata
 (Jufri Bulian Ababil)

Kamis, 12 Januari 2012

Perfilman nasional setara dengan dunia kuliner?


TIDAK banyak perubahan dari kebijakan perfilman nasional selama beberapa tahun ini. Masalah perundang-undangan, yang seharusnya menjadi payung hukum insan perfilman seakan jalan di tempat jika tak ingin disebut mandeg. Upaya pemerintah untuk mengajak insan film lebih mentaati hukum, melalui penetapan UU no 33 tahun 2009 tentang Perfilman Nasional hingga kini masih sebatas wacana. Pasalnya, UU Perfilman yang dalam prosesnya dipenuhi dinamika pro dan kontra di kalangan masyarakat film itu, tak juga dirasakan manfaatnya sejak tahun pertama penetapannya oleh DPR RI.
   Berlarutnya pembentukan PP dari UU Perfilman merupakan kesalahan strategis terhadap upaya perbaikan kinerja dan performa perfilman nasional baik dari sisi industrial maupun gagasan kreatif. Alih-alih ingin memberikan ruang istimewa bagi tetek-bengek perfilman, justru UU Perfilman kehilangan momentum untuk menjawab semua itu. Masyarakat film yang pro dan kontra ketika itu, hari ini mulai gamang lalu diam dan cenderung apatis. Sehingga terdengar samar-samar menyebut, film nasional tidak memerlukan undang-undang.
   Melihat sejenak ke belakang proses kelahiran UU Perfilman yang menggantikan UU Perfilman tahun 1992 yang usang, secara psikologis UU Perfilman yang ditetapkan tahun 2009 itu, sempat menjadi tonggak bersatunya idealisme insan perfilman antargenerasi dalam menolak 'campur tangan' pemerintah. Mereka menyuarakan penolakan dengan alasan UU Perfilman terlampau cepat ditetapkan, karena banyak hal yang harus dibicarakan dalam draft Rancangan UU Perfilman ketika itu. Kelompok yang mendukung penetapan UU Perfilman berkeyakinan penuh, materi dalam UU sudah final dan harus segera dilaksanakan demi perbaikan sektor perfilman nasional.
   Kini pergantian rezim melalui reshuffle kabinet telah berlalu 3 bulan. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang dipimpin Menteri Jero Wacik pun berganti baju menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dipimpin Mari Elka Pangestu. Tidak ada tanda-tanda perubahan bagi sektor perfilman nasional. Semua institusi yang berada di bawah payung UU Perfilman dalam posisi menunggu. Selama itu pula perfilman nasional berjalan tanpa aturan hukum.
   Tanpa adanya aturan main dalam industri film ini memang menciptakan  'hukum rimba' di dalam perfilman. Namun, di sisi lain terdapat kesepakatan tak tertulis dari masing-masing stakeholder perfilman. Tak pelak, berbagai kasus usang seperti masalah data penonton, peningkatan SDM, bisnis film impor, tata edar perfilman, bioskop, kontrak kerja artis, pemberdayaan penonton, pengarsipan film, dan lain-lain terus mengemuka.
   Keluhan dari berbagai pihak yang bisa dijawab oleh UU Perfilman sebenarnya tidak pernah berhenti, namun pemerintah sebagai pengambil kebijakan seperti tak lagi mendengar 'keluhan-keluhan' masyarakat film tersebut sebagai teguran untuk mempercepat proses penciptaan PP. Di dalam internal Kementerian Budpar, dimana film berada di bawah pemantauan Ditjen Nilai Seni Budaya dan Film (NBSF) memang tak banyak SDM yang dapat segera memfasilitasi apalagi menguraikan persoalan. Di bawah seorang Dirjen yang mengurusi banyak hal, tentu akan sulit memberi perhatian lebih untuk perfilman.


Setara dengan kuliner
Dalam kegiatan lokakarya mengenai Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama para stakeholder di Balairung Sapta Pesona belum lama ini, dengan tegas dan lugas Menteri Mari E Pangestu menyebutkan, pemerintah akan meningkatkan perhatian pada sektor ekonomi kreatif berbasis budaya, yakni kuliner. Untuk pariwisata ada tiga hal utama yang menjadi perhatian. Destinasi yang sudah ada akan dikembangkan, mengembangkan destinasi baru, dan wisata minat khusus. Untuk wisata minat khusus yang akan dikembangkan adalah MICE (Meeting, Incentives, Convention and Exhibition), wisata bahari dan alam, wisata olahraga, serta wisata belanja dan kuliner.
  Dari sekitar 180-an peserta yang hadir dalam pemaparan Renstra Kemenparekraf itu, tidak terlihat perwakilan dari orang film yang minimal 'menyuarakan' nasib perfilman. Sebagian peserta adalah para pekerja di bidang kreatif jasa boga, wisata, dan komunitas kesenian. Apakah ketidakhadiran orang film di dalam lokakarya ini menjadi indikasi semakin lemahnya perfilman dibanding industri lainnya?
  Tidak berlebihan jika urusan belanja dan kuliner menjadi bagian rencana strategis pemerintah, sebab wisata kuliner sangat menarik dan sedang booming. Lihat saja bagaimana stasiun televisi membombardir program kuliner setiap hari, terutama Sabtu dan Minggu. Urusan film tampaknya tidak mendapatkan porsi sebesar soal wisata belanja dan kuliner. Atau mungkin film akan disejajarkan dengan dunia masak-memasak? Semoga hal itu tidak terjadi. Sebab, film sudah menjadi sebuah kebudayaan sendiri dan dianggap memiliki peran strategis dalam menciptakan masyarakat yang kreatif dan bertanggungjawab. (teguh imam suryadi)

Selasa, 10 Januari 2012

Monaco negeri cantik lebih kecil dari Depok

Kota pelabuhan Monaco terlihat dari Istana Monaco. Jalan raya itu kerap dijadikan ajang Grand Prix Formula 1. (foto: imam)
MENDENGAR nama Monaco, yang terlintas adalah arena balap  Grandprix Formula 1, Istana Raja Monaco, dan arena judi kasino. Maka ketika ada ‘tawaran’ dari pihak staf Konjen RI di Marseille --- yang selalu mengawal delegasi Indonesia di Festival Film Cannes 2011 -- untuk mampir ke Monaco, saya tidak menolak.
   Bersama rombongan minus Happy Salma, yang memilih menonton film ‘misbar’ di hari kedua Cannes, kami berangkat pukul 15.00 waktu Cannes, Perancis. Informasi saya dapat, perjalanan ke Monaco sekitar 2,5 jam.
  Ini menjadi perjalanan lintas negara. Namun, karena kami nongkrong di dalam mobil dinas Konjen RI, urusan administrasi lancar tanpa ada pemeriksaan paspor, misalnya.
   Melalui pintu tol yang menghubungkan negara Perancis dan Monaco, terlihat belasan tunnel berbentuk lorong. Lorong ini dibuat dengan cara membor gunung dan tebing. Sungguh eksotis. Kawasan ini pula, yang menjadi lokasi tragedi terjunnya mobil istri Pangeran Rainier III, Grace Kelly. Putri Grace meninggal dunia tahun 1982. Diduga ia terkena stroke saat berkendara dan tak mampu lagi mengontrol kendaraannya yang dikemudikannya ketika mengantar sekolah anaknya, Stephanie yang piatu.
Di depan Istana Monaco bersama Putri Indonesia Qory Sandioriva
 sekitar pukul 18.30 WIB
   Di perjalanan sebelum sampai Monte Carlo, mobil berhenti di pabrik pembuatan parfum tradisional terkenal, Fragonard, yang berdiri sejak 1926. Pabrik parfum eksklusif ini hanya berada di Grasse dan Eze saja. Hanya 30 menit saja di sini, lalu perjalanan di lanjutkan. Tiba di Istana Monaco saya jadi teringat istana Anak-anak di Taman Mini dan banyak bangunan di Jakarta, yang mengadopsi gaya mediteranian.
   Akhirnya sampailah juga di Casino de MonteCarlo. Lokasi ini merupakan jantung kota, yang menjadi daya tarik wisatawan dunia. Bangunan kasino tua sejak 1863 itu sangat menarik dari arsitekturnya yang bergaya Belle Epoque dengan interior mewah seperti lukisan, hiasan yang tertata apik, dan tempat ini kerap menjadi lokasi pembuatan film box office dunia.
   Tidak sengaja, saya mendengar percakapan ‘orang Indonesia’ yang turun dari sebuah mobil mewah dan kemudian masuk ke kasino. Pasti dia orang tajir. Sebagai negara yang dikenal berbiaya hidup tertinggi di kawasan French Riviera, Monaco menjadi tempat tinggal orang-orang jet set, maupun tempat tujuan para wisatawan kaya yang i-ngin memanjakan diri.
   Keunikan lain dari kasino ini adalah beragamnya jenis permainan judi yang mereka tawarkan. Antara lain adalah aneka roulette Eropa dan Inggris, 30 et 40, Chemin de fer, Blackjack hingga jackpot.
   Bahkan, Casino de Monte Carlo ini juga mengklaim dirinya sebagai satu-satunya kasino di dunia yang mampu menggelar sekian banyak permainan judi dalam waktu bersamaan. Dari sekian banyak permainan, French Roulette tetap jadi terfavorit. Pengunjungnya? Meski sekelebat mampir, saya melihat orang tua (benar-benar tua) yang sepertinya ‘keranjingan’ main game, dan juga anak-anak seusia SMP. Lagi-lagi, saya teringat game yang biasa ada di mal-mal di Jakarta.
Bis wisata yang unik siap membawa wisatawan
   Monaco luasnya 1,8 km2, berarti lebih kecil daripada kota Depok di Jawa Barat yakni 200,29 km2. Namun, ‘pemda’ Monaco canggih menata kota untuk Istana tempat tinggal Pangeran Rainier III, pelabuhan, hotel, arena balap, semua dikemas jadi satu tanpa ada ruang tersisa yang sia-sia untuk dijual kepada wisatawan.
   Saya sedang tidak beruntung ketika tiba di Istana Monaco, karena upacara pergantian pengawal istana berlangsung setiap pukul 11.-55, cukup menarik minat wisatawan maupun penduduk lokal. Bagi yang ingin melihat istana, bayar 6 Euro.
   Di bagian tepi laut, Monaco juga memiliki museum andalan, Oceanographic Museum, yang digagas Pangeran Albert I dari Monaco, mantan Angkatan Laut sekaligus peneliti kelautan. Di sini digelar berbagai koleksi ilmiah beliau yang terdiri dari berbagai jenis ikan, spesimen hingga kerangka tulang ikan.
Layaknya lokasi wisata, istana Monaco dikeliling para pedagang suvenir yang menetap di sana. Berbagai pernik seperti topi, t-shirt, gantungan kunci, kudapan, es krim, bahkan bendera tersedia di sini dengan harga rata-rata tak lebih dari 20 Euro. Saat melihat bendera, saya merasa ada di Indonesia. Ya, lambang negara Monaco memang ‘Merah Putih’, sama dengan Indonesia. Mungkin sebetulnya Monaco dan Indonesia masih bersaudara, pikir saya iseng.

Geografis
Monaco terletak di pinggir Laut Mediterania, antara kota Nice (Perancis ) dan perbatasan Italia. Sejarah Monako dimulai dari sebuah benteng yang di-bangun di atas perbukitan karang yang menjorok ke Laut Mediterania.
   Pada Januari 1297 wilayah ini di-kuasai faksi-faksi di Italia yang menentang Paus, sampai akhirnya sekelompok kecil tentara yang dipimpin oleh Francois Grimaldi yang memasuki benteng dengan menya-mar biarawan, mengambil alih benteng itu. Setelah kematiannya tahun 1309, Francois digantikan sepupunya, Rainer I, Lord of Cagnes, sekaligus mengawali kekuasaan keturunan keluarga Grimaldi yang berlangsung sampai hari ini.
   Meskipun sangat mungil negara Monaco dengan luas hanya 1.8 kilometer persegi, Monako merupakan pelabuhan penting dan pos militer strategis di awal sejarahnya. Tahun 1861, kerajaan ini menyerahkan sebagian teritorinya kepada Perancis dengan imbalan kemerdekaan dan bantuan keuangan. Penguasa Monaco saat itu, Charles III memfokuskan diri pada pembangunan ekonomi lewat pariwisata dan perjudian.
   Rainer naik tahta lebih dari 50 tahun, menjadikannya sebagai salah satu pemimpin negara terlama pada abad ke-20. Ia melakukan diversifikasi dengan menjadikan Monaco sebagai pusat perusahaan perbankan dan pusat konvensi. Ia digantikan putranya, Pangeran Albert II tak lama sebelum ia meninggal dunia tahun 2005.
   Sejarah modern Monako mencakup pernikahan Pangeran Rainier III yang naik tahta tahun 1949 dengan bintang film AS, Grace Kelly. Putri Grace meninggal dunia tahun 1982 dalam suatu kecelakaan mobil di Monako.
Kepangeranan Monako (bahasa Perancis: PrincipautĂ© de Monaco atau Monaco; Monegasque: Mu-negu atau Principatu de Munegu) adalah sebuah negara-kota dan negara terkecil kedua di dunia, setelah Vatikan, yang terletak di antara Laut Mediterania dan Perancis di sepanjang Pantai Biru ( CĂ´te d’Azur ). (teguh imam suryadi)

Hong Kong Filmart 2011: Jalan Indonesia menuju Asia

KOTA Wan Chai, Hong Kong baru berdenyut sekitar pukul 09.00 waktu setempat, Senin (21/3/2011). Suhu udara menunjukkan angka 21 derajat celcius. Kesibukan kecil terlihat di gedung Hong Kong Convention and Exhibition Centre tempat digelarnya Hong Kong International Film & TV Market (Filmart) 2011, dimana Indonesia menjadi bagian dari event berskala internasional tersebut.
   Beberapa petugas pameran yang dikoordinir organisasi Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) yang pada hari sebelumnya sudah menata boots seluas 54 m2, pagi itu melakukan filnal touching, sebelum pameran dibuka tanpa melalui acara seremonial. “Tinggal menyiapkan trailer, menempel beberapa poster film dan menyiapkan permen untuk cemilan para pengunjung,” ujar Evi Hapiah sekretaris  PPFI  ketika dijumpai Kabar Film di  stand pameran.
   Ada 33 Negara peserta dalam event ke-15 yang digelar (mulai 21-24 Maret 2011)  oleh negara para jawara kungfu itu. Indonesia sendiri baru menjadi peserta yang keenam kalinya. Masing-masing negara peserta menampilkan gaya dekorasi stand pameran berbeda, termasuk stand Indonesia yang menghadirkan wayang golek tokoh Rama Shinta, dan Cepot.
   Ditampilkannya tokoh-tokoh wayang di stand Indonesia ini cukup menarik perhatian sebagian besar pengunjung pameran. Mereka ke-rap terhenti saat melintasi gerai Indonesia dan mengucapkan kekaguman pada keunikan wayang golek.
   “Boneka yang unik dan spesial,” ungkap seorang pengunjung wanita berkulit kuning bermata khas sipit, ketika menyambangi stand Indonesia di pagi itu. Ia bersama dua rekan lainnya sempat memotret dan mengamati wayang, sebelum melihat-lihat puluhan artikel pro-mosi film Indonesia. Hal serupa juga dilakukan oleh pengunjung dari berbagai negara lainnya.
   Sejumlah produser pengurus PPFI di pagi hari pertama pameran itu menyambut para tamu yang hadir. Mereka adalah Gope Samtani (Rapi Films/Kabid Produksi) kepala delegasi Indonesia, HM Firman Bintang (BIC Production/Ketua Umum), Ody Mulya Hidayat (PT Maxima Pictures/Sekjen PPFI), Harry Simon (PT Jatayu/Bendahara), Chand Parwez (PT Kharisma Starvision/ Kabid Tata Edar), Sunil Samtani (PT Rapi Film/Wkl Bendahara), Manoj Punjabi (PT MD Entertainment/Kabid Festival dan Luar Negeri).
   Peserta dari Indonesia tak hanya anggota PPFI, tapi perusahaan  lain seperti PT Pic[k]Lock yang diwakili sutradara sekaligus artis pemeran film Minggu Pagi  di Victoria Park, Lola Amaria, dan PT Kojo Anima diwakili produser Andriansyah. Perusahaan terakhir ini merupakan peserta mandiri (biaya sendiri) yang mewakili perusahaan film animasi satu-satunya dari Indonesia.
   Seluruh film Indonesia yang disertakan dalam Hong Kong Filmart 2011 berjumlah 24 judul dari 10 perusahaan film yaitu Pengantin Pantai Biru, Kalung Jaelangkung, Pocong Rumah Angker, Akibat Pergaulan Bebas, Love Story, Kabayan Jadi Milyuner, Virgin3, Air Terjun Pengantin, Jenglot Pantai Selatan, Love in Perth, Nakalnya Anak Muda, Ayat Ayat Cinta, Emak Ingin Naik Haji, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, Rindu Purnama, Little Obama, Sang Pence-rah, Goyang Kerawang,  Pocong Jumat Kliwon (judul diubag Evil Rises), Taring (Dark Forest), Pocong Ngesot (Un Invited), Minggu Pagi di Victoria Park, dan Lost In Papua.
   Stand pameran Indonesia bersebelahan dengan stand Malaysia. Untuk kenyamanan pengunjung dan calon pembeli, ruangan pameran dilengkapi tivi monitor besar untuk memutar trailler film, rak tempat artikel serta booklet promosi film dan lokasi wisata yang dibagikan gratis, partisi untuk men-display poster film, serta empat set meja kursi.

Jalan menuju Asia
Hong Kong Filmart merupakan a-jang pemasaran produk film dan te-levisi dari seluruh dunia, yang dise-lenggarakan oleh Hong Kong Trade Development Council. Negara peserta kali ini  selain Hong Kong se-bagai tuan rumah, adalah Amerika, Inggris, Jerman, Indonesia, Jepang, Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Israel, India, Belanda, Italia, Arab Saudi, Korea, Polandia, Ukra-ina, Cina, Turki, Perancis, Finlandia, Rusia, Taiwan, Philipina, Austria, Australia, dan Kanada.
   Bagi Indonesia, kesertaan pada event Hong Kong Filmart memiliki arti dan target tersendiri. Hal itu dikatakan Plt Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film Kementerian Kebu-dayaan dan Pariwisata, Drs Ukus Kuswara MM,  ketika menyambangi stand pameran.
   “Pemerintah Indonesia memfa-silitasi keikutsertaan film-film Indonesia di sini, untuk seluruh film Indonesia. Tujuannya, selain untuk menjaga eksistensi perfilman juga memperkenalkan kawasan Indonesia yang layak untuk dijadikan lokasi syuting film internasional,” kata Ukus Kuswara kepada Kabar Film di Hong Kong, Senin (21/3/2011).
Selain memperkenalkan film Indonesia di luar negeri, secara khu-sus keikutsertaan Indonesia di Ho-ng Kong Filmart sebagai batu lonca-tan untuk memasuki pasar di wila-yah Asia.
   “Kita harapkan, Hong Kong akan  menjadi pembuka jalan bagi produk film Indonesia untuk masuk A-sia,” kata Ukus Kuswara yang hadir didampingi Direktur Perfilman Drs Syamsul Lussa MA.
   Dibandingkan negara lainnya, Indonesia termasuk yang cukup banyak mempresentasikan film-film horor di ajang ini. Menurut Gope Samtani, film horor Indonesia me-miliki keunikan dari negara lain. "Masyarakat luar menyukai film horor kita, karena unik dan tidak ada di film-film horor lain di negara manapun," kata Gope Samtani, ten-tang kesertaan sejumlah film bertema horor pocong yang kerap di-pertanyakan oleh kalangan tertentu di tanah air.
   Pada kesempatan lainnya, produ-ser yang juga Ketua Umum  PPFI HM Firman Bintang mengatakan, film nasional berangkat dari sema-ngat dan misi untuk menghibur. "Sejarah mencatat, film Indonesia awalnya alat hiburan, dan baru se-telah itu film menjadi media per-juangan dan idealisme lainnya. Jadi, intinya film memang harus bisa menghibur masyarakat," kata Fir-man Bintang dalam obrolan  ringan di Hotel Rosedale, Hong Kong tem-pat menginap delegasi Indonesia.
   Sementara, Lola Amaria menilai partisipasi Indonesia di Hong Kong Filmart merupakan persentuhan film nasional dengan dunia luar. "Sebagai media promosi, event ini cukup penting. Tapi sebaiknya me-mang ada evaluasi, agar kita benar-benar tahu jenis film Indonesia, yang disukai pembeli internasio-nal," ujar Lola Amaria.
   Selama tiga hari pameran digelar, tidak ada transaksi jual-beli film. Ini memang hal yang lazim menurut Gope Samtani. “Transaksi biasanya akan dilakukan oleh masing-masing pihak produser setelah pameran selesai. Di tempat pameran hanya terjadi tawar-menawar atau pe-ngenalan produk lebih dulu,” kata Gope Samtani.
   Seminggu setelah pameran, yakni pada 7 April 2011, PPFI melaporkan hasil dari pameran ke Direktorat Perfilman, Kementerian Kebu-dayaan dan Pariwisata yang antara lain menunjukkan adanya keterta-rikan sejumlah negara terhadap film Indonesia.
   Sebagai catatan, Indonesia tidak menyertakan seluruh film yang diproduksi. Padahal, ada 80-an film Indonesia pada periode 2010-2011.  Hal ini mengindikasikan  kurang terkordinirnya pemberangkatan film-film Indonesia ke pemasaran film di luar negeri. (teguh imam s)

Ine Febriyanti dan "Tuhan Pada Jam 10 Malam"

Ine Febriyanti (foto: dudut suhendra putra)
DIKENAL sebagai pemain sinetron, kemudian sering tampil di pentas teater. Itulah Ine Febriyanti beberapa tahun lalu. Namun di tahun 2011, Ine menancapkan jatidi-rinya sebagai penulis sekaligus sutradara film berjudul Tuhan Pada Jam 10 Malam. Di tengah rutinitas sebagai istri (suaminya, Yudi Datau adalah salah satu kameraman terbaik Indonesia), dan mengasuh 3 anak yang masih 'pecicilan',  Ine ditemui Kabar Film di kediamannya kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan pekan lalu. Berikut petikan obrolannya:
   Selamat ya, akhirnya punya film sendiri. Bagaimana prosesnya?
   Alhamdulillah terimakasih. Masa produksi film Tuhan Pada Jam 10 Malam aku tulis Desember 2009, syutingnya Maret 2010. Sengaja aku endapkan dulu karena film ini besar, dan bikin capek. Jadi yang bikin lama itu, selain enerji juga aku sempat tampil di pentas monolog 'Surti' bersama Goenawan Mohamad bulan November dan latihannya mulai Juni. Sekarang filmku sudah on line dan disiapkan untuk roadshow di 9 kota.
   Mengapa tertarik bikin film?
   Aku mengalir saja. Malah nggak memikirkan akan melanjutkan ka-rir di dunia seni. Karena aku sudah mau total mengurus rumahtangga. Tapi tak bisa dipungkiri, aku masih punya keinginan dan mimpi-mimpi. Sempat sih bikin dokumenter, tapi keburu hamil lagi. Kan anakku tiga, jadi ketika mau produksi sesuatu, eh hamil lagi.
   Jadi kendalanya soal pembagian waktu ya?
   Bukan terganggu tapi aku me-mang memprioritaskan keluarga. Karena waktuku buat mereka tidak bisa dibeli. Masa-masa emas mereka tak bisa diulang. Kebetulan, kemarin itu ketika menggarap film ini, momentnya pas anak-anak sudah mulai agak mandiri, tiba-tiba saya punya semangat untuk membuat film.  Lalu tiba-tiba, prek prek prek..jadi.
   Masih memantau perfilman?
   Sometime suka, tapi aku tidak terlalu memperhatikan industri film. Aku banyak bergaul di komu-nitas seperti di Avikom, karena anak-anak di komunitas punya gairah yang berbeda dengan industri. Kalau soal film industri, kan suamiku lebih ke arah itu dalam pekerjaannya. Jadi, selama ini aku dapat informasi film dari suami.
Behind the scene TPJ10M (foto: istimewa)
   Dimana perbeda konsep film kamu dengan suami (Yudi Datau-red)? 
   Berbeda jauh sekali, karena aku agak-agak sinting kalau dia relatif luruslah. Hahahaa..
   Film ini tidak mempertimbangkan penonton?
   Kalau suamiku, mungkin lebih membumi. Idenya realistis. Kalau aku realistis tapi dari sudut pandang yang berbeda; detilnya dan kedalamannya. Sebenarnya aku sering diminta tolong menyiapkan konsep gambar kalau dia sibuk. Jadi, aku belajar juga dari situ. Mencari refe-rensi gambar, bagaimana rasanya untuk gambar yang mau diangkat, dan lainnya. Tadinya, aku hanya asik saja bikin film, tapi dapat masukan dan terfikir untuk bisa sharing dan diskusi dengan penonton.
   Apa arti film buat Ine, sekadar memorabilia?
   Itu tergantung pribadi masing-masing. Kalau prinsipku, film harus punya kedekatan emosional dengan pembuatnya. Jadi kalaupun tidak punya kedekatan itu, aku harus mendekatkan diri secara emosional dengan film. Misalnya, kalau di industri orang bisa bikin film setahun enam judul, itu dahsyat banget. Dan, aku tidak sanggup seperti itu. Aku harus me-libatkan seluruh kedalaman diri ke dalam film yang aku buat. Kalau kita bisa masuk, maka akan menghasil-kan karya yang berbeda.
   Siapa referensi kamu untuk film?
   Selama ini aku tdak pernah cari re-ferensi, atau membanding-bandingkan dengan karya siapapun. Misalnya siapa-siapa orang yang bikin film, atau menonton film yang ba-nyak. Yang aku tahu kalau orang jarang bikin film, misalnya 5 tahun sekali, karyanya pasti dahsyat. Aku terkesan dengan nama Akira Kurosawa. Dan, seorang yang seperti ini karyanya akan dikenang sepanjang masa dibandingkan dengan yang bikin film enam judul setahun. Bikin tanpa ada pengendapan, ya sudah lewat begitu saja.
   Apa yang ada dibenak kamu saat mau bikin film ini?
   Ini sesuatu yang aku inginkan di masa lalu, dan baru bisa diwujudkan setelah aku punya keterbatasan. Sekarang ini, kakiku digendoli tiga anak yang aktif banget. Otomatis, jika harus memilih pri-oritas film atau keluarga, saya akan memilih anak-anak dan keluarga dibandingkan karir.
   Target penonton?
   Kalau nanti ditonton orang aku bersyukur, dan kalau tidak pun ti-dak apa-apa. Karena aku tidak ngoyo menjalankan profesi.
   Tapi tetap ada target, kan?
   Tadinya sih, nggap terfikir soal penonton. Tapi lama-lama aku fikir, kok rugi kalau karyaku nggak di-tonton. Aku sering undang komunitas seperti yang baru-baru ini a-dalah dari Teater Kubur, untuk me-nonton filmku yang masih online. Aku senang saja mendengar pen-dapat mereka yang beragam. Ma-kanya, aku terfikir, o ya film ini me-mang harus ditonton. Makanya aku bersama tim akan melakukan pemutaran film keliling 9 kota di bulan Mei nanti.
   Semangat Kartini masih ada?
   Nggak cuma Kartini yang meng-inspirasi, yang nggak kalah keren seperti Keumalahayati. Intinya, saya santai dan inginnya film ini akan ditonton dan bertemu audiens untuk berdiskusi. Karena ini juga akan menjadi forum aku belajar.
   Kendala lainnya dalam produksi?
   Tidak ada masalah, termasuk dalam pendanaan. Karena dapat juga dukungan dari Dedi Mizwar yang punya link-link untuk melancarkan produksi film ini. Pas di Yogya, juga dibantu teman-teman indie yang profesional di Yogya. Artinya semua dibayar dengan layak, tapi spiritnya independen. Termasuk untuk keliling 9 kota di bulan Mei.
   Darimana belajar mendirect? 
   Aku menjadi sutradara pakai naluri dan tidak belajar khusus. Aku kan sering main di panggung, jadi tahu bagaimana proyeksi bermain dari main teater, blocking. Meskipun berbeda mediumnya, tapi itu men-jadi basic untuk diterapkan di film. Dulu pernah bikin film Cinderella, dokumenter, videoklip sekali. Sete-lah itu menulis dan mendirect sen-diri film ini. Ini agak aneh juga.
   Puas dengan hasil ini?
   Sangat puas, karena aku melibat-kan seluruh emosi dan, apapun yang terjadi hasilnya adalah ini. Ya  inilah kapasitasku dalam membuat film untuk saat ini.  (teguh imam s)

Film 'Xia Aimei' perjuangan gadis China korban mafia trafficking

TEMA ketenagakerjaan dan perdagangan manusia belum tuntas diceritakan di film Indonesia. Kali ini, film berjudul Xia Aimei 'mengkritisi' kasus perdagangan manusia (human trafficking) dari sudut pandang korban yang berkewarganegaraan China. Film ini berusaha memaparkan kepahitan hidup Xixi, dan sejumlah gadis cantik impor lainnya yang berasal dari berbagai penjuru Negara. Sayang, eksekusi yang datar dalam penggarapannya tak memberi pesan kuat kepada penonton. Ditambah pengadeganan yang tak terjaga konsistensi secara teknis dan emosional hingga menyerupai sinetron.
  Naskah film yang ditulis oleh Alyandra, Toha Essa, dan Sally Anom Sari dikemas oleh sutradara Alyandra sebagai film pertamanya. Alyandra mencoba mengulas tentang pejualan gadis-gadis belia untuk dijadikan gadis penghibur di club mewah di jakarta.
   Mungkin yang menarik dari film Produksi Falcon Pictures  ini, sang sutradara mampu mengangkat kisah dari sisi yang berbeda. Ditambah lagi,  kisah Xia Aimei disuguhkan sederhana, sehingga penonton akan dengan mudah mencerna isi film yang dibintangi oleh Franda, Ferry Salim, Olga Lidya, Samuel Rizal dan sejumlah pemain lainnya.
   Xia Aimei diperankan cukup baik oleh Franda yang berwajah khas gadis China yang lugu. Jeratan utang keluarga, membawa Xia Aimei, gadis remaja asal desa kecil, Yangshuo Guangxi, China, masuk ke dalam bisnis penjualan manusia. Ia dan beberapa gadis lainnya dijadikan perempuan penghibur di sebuah club mewah bernama Le Mansion, milik Jack yang diperankan oleh  Ferry Salim. Di sana nama Xia Aimei kemudian diganti menjadi Xi Xi.
   Suatu malam Xi Xi, dipaksa untuk melayani Bos Marun, seorang kepala gangster di Jakarta. Karena ingin mempertahankan kehormatannya, Xi Xi dengan nekat melukai Bos Marun hingga berdarah darah. Setelah itu, Xixi memberanikan diri, untuk kabur dari Le Mansion. Pada saat itulah, Xi Xi bertemu dengan AJ (Samuel Rizal), yang tidak sengaja sedang mengambil data yang tertinggal, di club malam tersebut.
   AJ  menemukan Xi Xi yang bersembunyi di jok belakang mobilnya. Pertemuan AJ dengan Xi Xi itulah yang membawa AJ terlibat langsung dalam pelarian Xi XI. AJ ingin membantu Xi Xi pulang dan kabur dari jeratan Le Mansion.
   Dengan berjalannya waktu, tumbuhlah benih cinta antara A.J dengan Xixi. Sampai suatu saat anak buah Jack menemukan Xixi dan membawanya kembali ke Le Mension.
A.J lantas meminta pertolongan Intel Imigrasi (Noorman Kamaru) yang  ditemui saat sedang mengintai di Le Mansion.
   Adegan-adegan action mampu disajikan Alyandra tanpa menampilkan gambar yang menyeramkan, namun sangat mengena. Adegan percintaan juga mampu di tampilkan Alyandra dengan penuh romantika meski di beberapa scene muncul hal absurd. Misalnya saja, keinginan Xixi sebelum kembali ke Cina. "Sebelum pulang ke negaraku, aku ingin ke pantai," ucap Xixi tanpa konteks yang jelas.
   Kesederhanaan cerita film yang syutingnya dilakukan di China dan sebagian besar di Indonesia, diharapkan memeriahkan menyambut tahun baru Imlek bulan Januari ini dan  Xia Aimei mulai tayang di bioskop di seluruh Indonesia pada tanggal 12 Januari 2012.

Sinopsis
Jeratan utang keluarga membawa Xia Aimei ( Franda ), seorang gadis remaja asal desa kecil, Yangshuo Guangxi, China terjebak trafficking. Ia dan beberapa gadis lain dibawa ke Jakarta untuk menjadi perempuan penghibur di sebuah club mewah bernama Le Mansion. Di sana nama XIa Aimei diubah menjadi Xi Xi.
   Le Mansion memang bukan club mewah biasa. Club milik Jack ( Ferry Salim ) ini telah lama menjadi tempat prostitusi terselubung yang sering membawa perempuan asal China dan Uzbekistan untuk menjadi perempuan penghibur VIP di sana. Salah satunya adalah Xi Xi.
   Suatu malam Xi Xi dipaksa melayani Bos Marun, salah satu kepala gangster di jakarta. Karena Takut Xi Xi , Xi Xi panik dan melukai Bos Marun dan karena takut ia pun kabur dari Le Mansion. Pada saat itulah Xi Xi bertemu dengan AJ Park (Samuel Rizal).
   AJ Park adalah seorang cameraman underwater Indonesia mempunyai sedikit keturunan darah Korea yang sudah bekerja selama 5 tahun di Discovery Underworld International (D.U.I). Pada after party sebuah proyek penyelaman, AJ Park, Timun ( Gilang Dirgahari ) sahabatnya Kapten Rover dan baddi pergi ke Le Mansion. AJ Park yang merasa tidak nyaman dan risih dengan Le Mansion memutuskan untuk menunggu di luar dan bertemu dengan Intel Imigrasi (Briptu Norman) yang sedang telah lama melakukan penyelidikan terhadap Le Mansion yang dicurigai melakukan human trafficking.
   Tiba-tiba sesuatu terjadi di dalam Le Mansion, suasana pun menjadi kacau dan Timun tidak sengaja meninggalkan data penting pekerjaan mereka di bar Le Mansion. Mereka pun kembali untuk mengambil data yang tertinggal. Pada saat itulah AJ Park menemukan Xi Xi yang bersembunyi di jok belakang mobilnya. Pertemuan AJ Park dengan Xi Xi itulah yang membawa AJ Park terlibat dalam pelarian Xi XI. AJ Park ingin membantu Xi Xi kabur dari jeratan Le Mansion. (kf1)

Senin, 09 Januari 2012

Indosiar siapkan paket program ulangtahun ke-17

SUKSES bertahan hingga usia 17 tahun, Indosiar kian meruncingkan konsistensinya mengusung drama dan musik Korea. Boybandtop Korea, N-Sonic dan Shin Min Chul, didapuk untuk memeriahkan pestasweet seventeen stasiun televisi swasta itu.
   Shin Min Chul, pentolan boyband T-Max, akan ambil bagian dalam perayaan ulang tahun Indosiar yang bertajuk "Semarak 1 Tu7uan" pada 11 Januari 2012 dan disiarkan langsung dari Studio 5 Indosiar. Di tahun sebelumnya Indosiar sempat mengemas ulang tahunnya dengan konsep drama musikal. Indosiar juga pernah mendatangkan aktris Korea, Park Joo Mi dan girlbandAprilKiss, sebagai bintang tamu acara musik reguler, Hitzteria.
   “Kini dengan manajemen baru, karena bergabung dengan SCTV, kami akan membuat satu gebrakan sekaligus mempertegas visi sebagai televisi yang terus memutar drama-drama Korea,” ujar Manajer Produksi Indosiar, Egge DP Yulianto, dalam jumpa wartawan, di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2010.
   Namun, tak hanya genre K-Pop yang akan memeriahkan panggung musik. Band Tanah Air pun akan ikut mengisi acara, seperti The Changcuters, Pee Wee Gaskins, d'bagindas, Indah Dewi pertiwi, Ridho Rhoma, Norman Kamaru, dan Budi Do Re Mi. “Untuk mendukung unsur K-Pop sendiri akan dibantu dengan penampilan Smash, Cherrybelle, dan 7-Icon,” ujarnya.
   Tahun ini pencinta drama Korea makin dimanjakan dengan sederet judul drama pecintaan. “Akan ada City Hunter, Miss Ripley, dan 49 Days,” katanya. Untuk program lain yang akan menjadi tayangan unggulan di tahun 2012 ini ada Talent Search: Galaxy Superstar, My Talented Family, Iron Chef Kids,dan FTV Laga. (kf1)

Renstra dan struktur baru Kementerian Parekraf


MENTERI Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, memaparkan draft Rencana Strategis (Renstra) kementerian hingga tahun 2014. Hal itu disampaikan dalam lokakarya bersama stakeholders bertema “Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Meningkatkan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat” di Balairung Sapta Pesona, Jakarta,  Rabu (4/1). Penyusunan Renstra ini merupakan tindak lanjut dari perubahan nomenklatur kementerian yang baru, dari Kementerian Kebudayaan Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
   Di awal pemaparan, Mari Pangestu menekankan pentingnya sektor pariwisata terhadap perekonomian. Pertumbuhan pariwisata Indonesia selalu di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia dan melebihi perkembangan pariwisata dunia. Tahun 2011 perolehan devisa dari pariwisata diperkirakan mencapai USD8.5 miliar, naik 11.8% dibandingkan tahun lalu. Kenaikan ini melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan ada di level 6.5% dan pertumbuhan pariwisata dunia yang hanya berkisar 4.5%. Untuk kontribusi terhadap devisa, sektor pariwisata ada di peringkat 5 setelah minyak dan gas bumi, minyak kelapa sawit, batubara, dan karet olahan.
   Mari Pangestu menjelaskan bahwa untuk visi pariwisata, fokusnya adalah menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, dan berkelanjutan. Upaya yang perlu dilakukan agar sejalan dengan visi tersebut adalah peningkatan daya saing produk wisata, pengembangan daya tarik, promosi terpadu dan berkesinambungan, serta pengembangan institusi dan sumber daya manusia.
   “Untuk pariwisata ada tiga hal utama. Destinasi yang sudah ada akan dikembangkan, mengembangkan destinasi baru, dan wisata minat khusus. Untuk wisata minat khusus yang akan dikembangkan adalah MICE (Meeting, Incentives, Convention and Exhibition), wisata bahari dan alam, wisata olahraga, serta wisata belanja dan kuliner,” jelas Mari Pangestu.
   Untuk pengembangan destinasi pariwisata, tambahnya, akan difokuskan pada pengembangan 15 Destination Management Organization (DMO), desa wisata, pusat rekreasi masyarakat, pasar wisata, zona kreatif, daya tarik wisata serta melakukan kerjasama dan kemitraan.


Struktur Kementerian Baru
   Pada kesempatan sama, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar juga memaparkan struktur kementerian yang baru yang telah mendapat persetujuan Presiden. Berdasarkan Perpres No.92 Tahun 2011 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Desember 2011, struktur organisasi eselon I Kemenparekraf terdiri dari: Setjen; Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata; Ditjen Pemasaran Pariwisata; Ditjen Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya; Ditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Disain, dan IPTEK; Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 
   Sementara untuk staf ahli akan terdiri dari empat bidang yakni perlindungan keanekaragaman karya kreatif; jasa ekonomi, hubungan antar lembaga, dan IPTEK. 
  Baik Ditjen Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya maupun Ditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Disain, dan IPTEK akan memimpin tiga direktorat. Ditjen Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya akan memimpin direktorat Perfilman, Seni Pertunjukan dan Musik, dan Seni Rupa, sementara untuk yang berbasis Media, Disain dan IPTEK terdiri dari direktorat media elektronik dan cetak, media digital, dan desain dan arsitektur. 
   Sapta menambahkan, struktur organisasi yang baru ini sudah mencerminkan visi, misi, dan tujuan, struktur dan sistem, serta sumber daya manusia. “Kita akan segera menyampaikan struktur yang baru ini ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Jika ini disetujui, kita bisa langsung bekerja,” jelasnya. 
   Lokakarya hari ini dihadari oleh sekitar 200 orang yang mewakili kementerian terkait, BUMN, asosiasi sektor pariwisata, asosiasi sektor ekonomi kreatif, perwakilan kota kreatif, dan perwakilan lembaga pendidikan tinggi. 
Proses selanjutnya dari Penyusunan Renstra ini adalah melakukan Lokakarya, secara khusus dengan mitra kerja pemerintah Komisi X DPR RI, dan melakukan harmonisasi sekaligus penelaahan bersama kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. (kf1)