Selasa, 10 Januari 2012

Hong Kong Filmart 2011: Jalan Indonesia menuju Asia

KOTA Wan Chai, Hong Kong baru berdenyut sekitar pukul 09.00 waktu setempat, Senin (21/3/2011). Suhu udara menunjukkan angka 21 derajat celcius. Kesibukan kecil terlihat di gedung Hong Kong Convention and Exhibition Centre tempat digelarnya Hong Kong International Film & TV Market (Filmart) 2011, dimana Indonesia menjadi bagian dari event berskala internasional tersebut.
   Beberapa petugas pameran yang dikoordinir organisasi Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) yang pada hari sebelumnya sudah menata boots seluas 54 m2, pagi itu melakukan filnal touching, sebelum pameran dibuka tanpa melalui acara seremonial. “Tinggal menyiapkan trailer, menempel beberapa poster film dan menyiapkan permen untuk cemilan para pengunjung,” ujar Evi Hapiah sekretaris  PPFI  ketika dijumpai Kabar Film di  stand pameran.
   Ada 33 Negara peserta dalam event ke-15 yang digelar (mulai 21-24 Maret 2011)  oleh negara para jawara kungfu itu. Indonesia sendiri baru menjadi peserta yang keenam kalinya. Masing-masing negara peserta menampilkan gaya dekorasi stand pameran berbeda, termasuk stand Indonesia yang menghadirkan wayang golek tokoh Rama Shinta, dan Cepot.
   Ditampilkannya tokoh-tokoh wayang di stand Indonesia ini cukup menarik perhatian sebagian besar pengunjung pameran. Mereka ke-rap terhenti saat melintasi gerai Indonesia dan mengucapkan kekaguman pada keunikan wayang golek.
   “Boneka yang unik dan spesial,” ungkap seorang pengunjung wanita berkulit kuning bermata khas sipit, ketika menyambangi stand Indonesia di pagi itu. Ia bersama dua rekan lainnya sempat memotret dan mengamati wayang, sebelum melihat-lihat puluhan artikel pro-mosi film Indonesia. Hal serupa juga dilakukan oleh pengunjung dari berbagai negara lainnya.
   Sejumlah produser pengurus PPFI di pagi hari pertama pameran itu menyambut para tamu yang hadir. Mereka adalah Gope Samtani (Rapi Films/Kabid Produksi) kepala delegasi Indonesia, HM Firman Bintang (BIC Production/Ketua Umum), Ody Mulya Hidayat (PT Maxima Pictures/Sekjen PPFI), Harry Simon (PT Jatayu/Bendahara), Chand Parwez (PT Kharisma Starvision/ Kabid Tata Edar), Sunil Samtani (PT Rapi Film/Wkl Bendahara), Manoj Punjabi (PT MD Entertainment/Kabid Festival dan Luar Negeri).
   Peserta dari Indonesia tak hanya anggota PPFI, tapi perusahaan  lain seperti PT Pic[k]Lock yang diwakili sutradara sekaligus artis pemeran film Minggu Pagi  di Victoria Park, Lola Amaria, dan PT Kojo Anima diwakili produser Andriansyah. Perusahaan terakhir ini merupakan peserta mandiri (biaya sendiri) yang mewakili perusahaan film animasi satu-satunya dari Indonesia.
   Seluruh film Indonesia yang disertakan dalam Hong Kong Filmart 2011 berjumlah 24 judul dari 10 perusahaan film yaitu Pengantin Pantai Biru, Kalung Jaelangkung, Pocong Rumah Angker, Akibat Pergaulan Bebas, Love Story, Kabayan Jadi Milyuner, Virgin3, Air Terjun Pengantin, Jenglot Pantai Selatan, Love in Perth, Nakalnya Anak Muda, Ayat Ayat Cinta, Emak Ingin Naik Haji, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, Rindu Purnama, Little Obama, Sang Pence-rah, Goyang Kerawang,  Pocong Jumat Kliwon (judul diubag Evil Rises), Taring (Dark Forest), Pocong Ngesot (Un Invited), Minggu Pagi di Victoria Park, dan Lost In Papua.
   Stand pameran Indonesia bersebelahan dengan stand Malaysia. Untuk kenyamanan pengunjung dan calon pembeli, ruangan pameran dilengkapi tivi monitor besar untuk memutar trailler film, rak tempat artikel serta booklet promosi film dan lokasi wisata yang dibagikan gratis, partisi untuk men-display poster film, serta empat set meja kursi.

Jalan menuju Asia
Hong Kong Filmart merupakan a-jang pemasaran produk film dan te-levisi dari seluruh dunia, yang dise-lenggarakan oleh Hong Kong Trade Development Council. Negara peserta kali ini  selain Hong Kong se-bagai tuan rumah, adalah Amerika, Inggris, Jerman, Indonesia, Jepang, Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Israel, India, Belanda, Italia, Arab Saudi, Korea, Polandia, Ukra-ina, Cina, Turki, Perancis, Finlandia, Rusia, Taiwan, Philipina, Austria, Australia, dan Kanada.
   Bagi Indonesia, kesertaan pada event Hong Kong Filmart memiliki arti dan target tersendiri. Hal itu dikatakan Plt Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film Kementerian Kebu-dayaan dan Pariwisata, Drs Ukus Kuswara MM,  ketika menyambangi stand pameran.
   “Pemerintah Indonesia memfa-silitasi keikutsertaan film-film Indonesia di sini, untuk seluruh film Indonesia. Tujuannya, selain untuk menjaga eksistensi perfilman juga memperkenalkan kawasan Indonesia yang layak untuk dijadikan lokasi syuting film internasional,” kata Ukus Kuswara kepada Kabar Film di Hong Kong, Senin (21/3/2011).
Selain memperkenalkan film Indonesia di luar negeri, secara khu-sus keikutsertaan Indonesia di Ho-ng Kong Filmart sebagai batu lonca-tan untuk memasuki pasar di wila-yah Asia.
   “Kita harapkan, Hong Kong akan  menjadi pembuka jalan bagi produk film Indonesia untuk masuk A-sia,” kata Ukus Kuswara yang hadir didampingi Direktur Perfilman Drs Syamsul Lussa MA.
   Dibandingkan negara lainnya, Indonesia termasuk yang cukup banyak mempresentasikan film-film horor di ajang ini. Menurut Gope Samtani, film horor Indonesia me-miliki keunikan dari negara lain. "Masyarakat luar menyukai film horor kita, karena unik dan tidak ada di film-film horor lain di negara manapun," kata Gope Samtani, ten-tang kesertaan sejumlah film bertema horor pocong yang kerap di-pertanyakan oleh kalangan tertentu di tanah air.
   Pada kesempatan lainnya, produ-ser yang juga Ketua Umum  PPFI HM Firman Bintang mengatakan, film nasional berangkat dari sema-ngat dan misi untuk menghibur. "Sejarah mencatat, film Indonesia awalnya alat hiburan, dan baru se-telah itu film menjadi media per-juangan dan idealisme lainnya. Jadi, intinya film memang harus bisa menghibur masyarakat," kata Fir-man Bintang dalam obrolan  ringan di Hotel Rosedale, Hong Kong tem-pat menginap delegasi Indonesia.
   Sementara, Lola Amaria menilai partisipasi Indonesia di Hong Kong Filmart merupakan persentuhan film nasional dengan dunia luar. "Sebagai media promosi, event ini cukup penting. Tapi sebaiknya me-mang ada evaluasi, agar kita benar-benar tahu jenis film Indonesia, yang disukai pembeli internasio-nal," ujar Lola Amaria.
   Selama tiga hari pameran digelar, tidak ada transaksi jual-beli film. Ini memang hal yang lazim menurut Gope Samtani. “Transaksi biasanya akan dilakukan oleh masing-masing pihak produser setelah pameran selesai. Di tempat pameran hanya terjadi tawar-menawar atau pe-ngenalan produk lebih dulu,” kata Gope Samtani.
   Seminggu setelah pameran, yakni pada 7 April 2011, PPFI melaporkan hasil dari pameran ke Direktorat Perfilman, Kementerian Kebu-dayaan dan Pariwisata yang antara lain menunjukkan adanya keterta-rikan sejumlah negara terhadap film Indonesia.
   Sebagai catatan, Indonesia tidak menyertakan seluruh film yang diproduksi. Padahal, ada 80-an film Indonesia pada periode 2010-2011.  Hal ini mengindikasikan  kurang terkordinirnya pemberangkatan film-film Indonesia ke pemasaran film di luar negeri. (teguh imam s)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar