Kamis, 09 Agustus 2012

Mari E Pangestu: Indonesia akan masuki era film berkualitas

Ki-ka: Syamsul Lussa (Direktur Pengembangan Industri Perfilman), 
Chand Parwez Servia (Produser Starvision), Hanung Bramantyo (Sutradara), 
Basuki Tjahaja Purnama (Cawagub DKI Jakarta), Menparekraf Mari Elka 
Pangestu, Tyo Pakusadewo (Pemain sebagai Wayan), Deddi Gumelar 
(Anggota DPR RI), dan Ukus Kuswara (Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis 
Seni Budaya) usai nonton bareng film Perahu kertas di XXI Epicentrum, 
Kuningan, Jakarta Selatan,  Rabu (8/8). (foto: dudut suhendra putra)
"SAYA optimistis dan penuh harapan, Indonesia segera memasuki era baru film berkualitas dan bermutu," kata Menteri Mari Elka Pangestu di Jakarta, Rabu malam (8/8), sebelum acara Nonton Bareng Film Perahu Kertas.
   Ia mengatakan, saat ini sudah cukup banyak sutradara muda dan potensial yang memberikan kontribusi film berkualitas dalam dunia perfilman di Tanah Air.
   Ke depan, Mari mengharapkan akan lahir lebih banyak film-film berkualitas dari para sutradara tersebut.
   "Mari mimpi bersama, film-film kita tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri tetapi juga tamu terhormat di negara lain," katanya.
   Mari menyatakan dirinya tidak bisa membayangkan Indonesia tanpa film berkualitas.
   "Saya tidak bisa membayangkan Indonesia tanpa film yang berkualitas," katanya.
   Pihaknya sendiri menyatakan sedang memikirkan disain insentif atau terobosan kebijakan yang bisa dikembangkan untuk mendukung perfilman nasional.
   Mari juga meminta instansi lain khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk meningkatkan sumberdaya manusia di bidang perfilman.
   "Ini harus dilakukan karena berkembangnya industri film harus didukung," katanya.
   Mari menghadiri pemutaran perdana film Perahu Kertas yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap dunia perfilman nasional.
   Pada kesempatan itu hadir sutradara film sekaligus seluruh kru dan pemain film tersebut, penulis novel Perahu Kertas, Dewi "Dee" Lestari, serta calon wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
   Film itu diadaptasi dari novel berjudul Perahu Kertas karya Dewi "Dee" Lestari dan merupakan film keempat Hanung Bramantyo yang diadaptasi dari novel. (kf1)

Smartphone Android S880 siap serbu pasar Indonesia

Sugiono Wiyono, Presdir Trikomsel Oke Tbk dan  Jd Howard, VP, MIDH
Business Operation & WW BD Lenovo.  (foto: dudut suhendra putra)
SMARTPHONE menggunakan sistem Android merek Lenovo LePhone S880 sebentar lagi akan meramaikan pasar di Indonesia. Membidik pasar kalangan kelas menengah Lenovo LePhone S880 diprediksi bakal menuai sukses besar. Kehadiran Lenovo LePhone S880 di Indonesia tak lepas dari kerjasama apik antara PT Trikomsel Oke Tbk selaku distributor dengan Lenovo MIDH (Mobil Internet and Digital Home).
   Sugiono Wiyono, Presdir Trikomsel Oke Tbk mengungkapkan produk-produk yang dihasilkan Lenovo sangat inovatif dan sesuai kebetuhan perangkat telekomunikasi di Indonesia yang setiap tahun menunjukkan peningkatan. Tidak berlebihan jika Trikomsel Oke dan Lenovo melakukan kesepakatan menghadirkan produk-produk telekomunikasi Lenovo di seluruh Indonesia.
   "Kerjasama kita dengan Lenovo tak lepas dari kesamaan visi tentang inovasi perangkat komunikasi yang mengalami perkembangan luar bisa. Intinya antara Trikomsel Oke dan Lenovo sama-sama mensupport kehadiran perangkat komunikasi yang canggih, khususnya Lenovo LePhone S880," ungkap Sugiono Wiyono disela-sela peresmian kerjasama Trikomsel Oke dan Lenovo di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta belum lama ini.
   Senada hal itu Jd Howard, VP, MIDH Business Operation & WW BD Lenovo mengatakan Trikomsel Oke selama ini memiliki reputasi bagus dibidang distribusi perangkat komunikasi yang terkemuka.
   "Keberhasilan kita dibisnis perangkat komunikasi dan Trikomsel Oke sebagai distributor besar memberikan optimisme produk Lenovo dapat diterima secara luas dipasar Indonesia," ujar JD Howard.
   Menandai kerjasama tersebut Lenovo LePhone S880 segera meluncur dipasar smartphone Android. Dibandrol dibawah Rp. 2 juta Perangkat ini terlihat seperti ponsel namun juga memiliki kemiripan dengan tablet, di lengkapi dengan layar sentuh berukuran 5 inci.
   Untuk RAM-nya sendiri hanya mengandalkan RAM berkapasitas 512MB, memori internal sebesar 4GB, slot MicroSD. Untuk kameranya sendiri hanya beresolusi 5MP dan berada di belakang, sedangkan kamera kedua beresolusi 0.3MP. Fitur lainnya adalah GPS dan baterai berkapasitas 2.250mAh. Perangkat ini memiliki bobot hanya 200gram dan ketebalan 9.9mm.
   Dari semua fitur di atas, mungkin hanya sistem operasi Android 4.0 ICS yang menjadi senjata andalannya. Beberapa fitur lain yang mungkin akan menarik perhatian adalah fitur Dual-SIM yang mendukung jaringan GSM dan WCDMA. Fitur ini mungkin akan menarik hati pengguna yang ada di Asia. (kf1)

Selasa, 07 Agustus 2012

EltraStudio siapkan sistem digital dan seluloid

JASA laboratorium film Indonesia meski relatif sedikit jumlahnya, namun tetap dinamis dan berkembang.  Salah satunya PT EltraStudio, yang sejak 2004 memulai proses pekerjaan digital intermediate melalui proyek pertama film Soe Hok Gie produksi Miles Films.
   Direktur Operasional PT EltraStudio, Mohammad Wardana Reza akrab disapa Dana Reza mengatakan, saat itu EltraStudio melakukan pekerjaan digital effects dan compositing, yang hasilnya pada saat itu dibawa ke Bangkok untuk proses digital transfernya.
   “EltraStudio mulai serius mengerjakan bagian-bagian efek visual beberapa film dan semuanya diproses di luar negeri. Kemudian tahun 2009 mereka melengkapi diri dengan failitas grading dan kinetransfer,” kata Dana Reza.
   Sudah puluhan judul film masuk ke EltraStudio yang seluruhnya dengan materi dari kamera digital. “Kami mengerjakan materi dari berbagai jenis kamera mulai dari kamera DSLR hingga kamera yang khusus dibuat untuk format Digital Cinema,” jelasnya.
   Proses colorgrading dengan data dari berbagai jenis kamera, kata Dana Reza biasanya terbagi 2 jenis data, ada Logarithmic dan Linear. Logaritmic file dihasilkan oleh kamera yang khusus diciptakan untuk memenuhi kebutuhan Digital Cinema seperti Arri D-21, Arri Alexa dan RedCam
   Sedangkan Linear file dihasilkan oleh beberapa kamera HD umumnya seperti : Sony EX3. Panasonic P2, Canon 5D-7D dan sederetan camera HD lainnya. “Tetapi 95% pekerjaan yang ka-mi terima dengan format Linear data,” katanya.
   Tentang perbedaan keduanya, yang signifikan terutama dari informasi data yang terekam di dalam gambar. Istilah yg biasa digunakan para DOP mereka sebut Latitude. Logarithmic data menghasilkan informasi warna lebih lebar. hasilnya mendekati data dalam film selluloid. sedangkan Linear data menghasilkan informasi warna lebih sempit.
   Hal ini juga membedakan penanganannya dalam proses colorgrading. Materi digital dengan menggunakan data logarithmic akan mempunyai detail yang lebih bagus dan lebih mudah dalam proses colorgrading.
   Sedangkan materi data Linear sangat tergantung dari penguasaan sang Kameraman dalam pengambilan gambar. Biasanya data Linear akan sangat peka terhadap warna putih dan cenderung menghasilkan kontras yang tinggi.
   Penanganan Colorgrading dengan materi data Linear untuk proses kinetransfer bukanlah hal yang mudah. Perlu beberapa pemahaman saat pengambilan gambar di lapangan.
   “Pada awalnya  kami sering dihadapkan dengan berbagai kesulitan dalam melakukan pekerjaan colorgrading, karena tidak jarang kami menerima materi yang sangat sulit untuk diolah.  Hingga kini hampir 95% proyek yang kami kerjakan menggunakan kamera dengan format data Linear,” ujar Dana.
Oleh karena itu, tim EltraCinestudio berusaha bekerjasama de-ngan tim produksi dalam mencapai hasil maksimal yang diinginkan.
   Tim ini menyediakan waktunya untuk ikut ambil bagian dalam praproduksi. Misalnya bekerjasama dengan DOP dengan melakukan Tes kamera. Dari tes kamera ini didapatkan sebuah workflow yang nantinya akan dipakai sebagai acuan tim kamera dalam produksi yang akan dilakukan.
   Tidak hanya sampai di situ. Hasil tes kamera digital tersebut akan langsung dilakukan colorgrading untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. dan hasil ini ditransfer ke film melalui proses kinetransfer. Setelah selesai negatif film akan diproses di FilmLab untuk dicetak hasil positif.
   Dari proses ini diharapkan terjadi proses sharing antara tim kamera dan Tim EltraCineStudio dalam menghasilkan gambar yg berkualitas. Belakangan ini Film-film digital Linear yang diproses di Eltra sudah sangat memuaskan. Ini semua karena  adanya kerjasama dengan tim produksi khususnya dengan tim kamera.
   Kebanyakan proses grading yang dilakukan di lab ini color correction dan color enhancement. Pada awal pekerjaan harus sudah ditentukan final copy positif film yang akan digunakan. Pada  umum  menggunakan copy film Kodak atau Fuji adapula yang memilih menggunakan copy film Agfa. Proses transfer dari film ke digital akan berhasil sempurna jika setting proses grading telah disesuaikan dengan output film yang akan digunakan nantinya.
   Alasan keputusan penggunaan film ini biasanya dengan berbagai alasan misalnya pertimbangan budget atau pemilihan karakter warna sesuai konsep sang sutradara.
   “Kegiatan awal kami proses color grading, yaitu membetulkan warna untuk mencapai warna sesuai setting di lapangan,” jelas Dana.
   Dalam urutan prosesnya ada-lah primary dan secondary color grading. Sebelum melakukan proses ini biasanya dimi referensi warna yang diinginkan klien. Dan tahap primary grading proses yang dilakukan adalah membetulkan intensitas warna, shadow dan highlights. Tujuannya mendapat kontinuiti warna setiap scene dalam sebuah film. Setelah selu-ruh materi melalui proses ini dilakukan preview dengan klien.
   Kemudian secondary grading dilakukan bersama dengan klien. Hal yang dilakukan dalam Proses secondary grading adalah control terhadap Luminance, saturation dan hue. “Tujuannya  meningkatkan detail gambar, teknologi mesin grading sekarang sangat membantu karena kita dapat menggunakan fasilitas power window berupa masking, sehingga kita bisa memisahkan bagian-bagian warna atau objek tertentu untuk diolah secara realtime.
   Untuk proses colorgrading bia-sanya selesai dalam 5 sampai 10 hari kerja tergantung kondisi materi masing-masing film.
   Proses kinetransfer  menggunakan Producer-4 dari Lasergraphics yang sangat produktif dan sangat presisi. Alat ini populer di Hollywood karena kehandalan dan kecepatan kerjanya. Untuk print 1 film dalam format 2K  resolusion durasi 90 menit bisa selesai 45 jam. Umumnya seluruh materi print yang dikerjakan melalui proses upscaling ke format 2K resolution. (kf3)

Erwin Arnada menulis Rumah di Seribu Ombak dalam sel

Erwin Arnada (kemeja putih) ngobrol bareng wartawan dari
Jakarta soal rencana syuting 'Rumah Di Seribu Ombak'
di Starbuck Cafe Bali tahun 2011. (foto: dudut sp)



MANTAN wartawan, pemimpin redaksi majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada kini mulai menjalani debutnya sebagai seorang sutradara lewat film yang menawarkan keindahan toleransi berjudul Rumah di Seribu Ombak. Film tersebut merupakan hasil adaptasi dari karya novelnya yang berjudul serupa, yang dia tulis saat masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang pada tahun 2010.
   Novel Rumah di Seribu Ombak merupakan hasil riset Erwin tentang sosok pemandu wisata bernama Wayan Manik di Lovina, Bali pada tahun 2008. Ketika novelnya tersebut berhasil laris di pasaran, Erwin pun berharap versi filmnya nanti bisa mengalami hal yang serupa.
   "Versi novelnya saya tulis saat masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang sekitar 9 bulan. Sebelumnya saya memang sempat riset ke Singaraja, Bali pada tahun 2008 dan mewawancari seorang pemandu wisata bernama Wayan Manik. Di Singaraja, populasi umat muslimnya paling banyak dan menurut saya toleransi disana sangatlah tinggi. Hal itulah yang mau coba saya angkat di film ini," ucap Erwin di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.
   "Best seller novel dan film itu urusan di atas sih, tapi saya berharap film ini sukses juga," tambahnya.
Selain toleransi, film Rumah di Seribu Ombak juga memiliki 'misi terselubung'  Erwin Arnada untuk kemajuan industri perfilman Tanah Air.
   "Saya cenderung  menampilkan wajah-wajah baru di film ini kecuali Lukman Sardi. hal itu saya lakukan karena industri ini butuh talenta-talenta baru,” ujar Erwin Arnada. (kf1)

Minggu, 05 Agustus 2012

Buka puasa di sekretariat PWI Jaya sie Film dan Budaya

Wartawan film dan seni budaya usai berbuka puasa.
foto: dudut suhendra putra
SEJUMLAH wartawan di Jakarta menghadiri acara berbuka puasa bersama Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya seksi Film dan Budaya di sekretariat lantai 4 Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan Jakarta. Jumat (3/7). 
   Kegiatan yang pertamakalinya dilaksanakan oleh wartawan bidang seni dan budaya di bulan Ramadhan ini dimaksudkan untuk menjalin silaturahim dan melepas kangen.
   "Ide kegiatan ini datang dari teman-teman wartawan yang lama tidak bertemu-muka," kata Ketua PWI Jaya seksi Film dan Budaya, Teguh Imam Suryadi yang juga Pimpinan Redaksi Tabloid Kabar FILM. "Tidak semua wartawan yang hadir punya kartu anggota PWI, ada yang bukan atau belum anggota tapi sangat ingin berkumpul."
   Selain wartawan aktif, yang hadir dalam acara bertema 'Buka Puasa Bersama dan Silaturahim Wartawan Film, Musik, TV dan Budaya' adalah mantan wartawan. "Ini acara yang sangat sulit, karena selalu saja ada alasan dan kendala untuk berkumpul apalagi bulan Ramadhan banyak undangan acara berbuka puasa. Tapi, hari ini teman-teman wartawan tidak ada tugas liputan dari kantor. Alhamdulillah jadi banyak yang bisa datang," kata Imam.  (kf1)