Selasa, 10 Januari 2012

Ine Febriyanti dan "Tuhan Pada Jam 10 Malam"

Ine Febriyanti (foto: dudut suhendra putra)
DIKENAL sebagai pemain sinetron, kemudian sering tampil di pentas teater. Itulah Ine Febriyanti beberapa tahun lalu. Namun di tahun 2011, Ine menancapkan jatidi-rinya sebagai penulis sekaligus sutradara film berjudul Tuhan Pada Jam 10 Malam. Di tengah rutinitas sebagai istri (suaminya, Yudi Datau adalah salah satu kameraman terbaik Indonesia), dan mengasuh 3 anak yang masih 'pecicilan',  Ine ditemui Kabar Film di kediamannya kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan pekan lalu. Berikut petikan obrolannya:
   Selamat ya, akhirnya punya film sendiri. Bagaimana prosesnya?
   Alhamdulillah terimakasih. Masa produksi film Tuhan Pada Jam 10 Malam aku tulis Desember 2009, syutingnya Maret 2010. Sengaja aku endapkan dulu karena film ini besar, dan bikin capek. Jadi yang bikin lama itu, selain enerji juga aku sempat tampil di pentas monolog 'Surti' bersama Goenawan Mohamad bulan November dan latihannya mulai Juni. Sekarang filmku sudah on line dan disiapkan untuk roadshow di 9 kota.
   Mengapa tertarik bikin film?
   Aku mengalir saja. Malah nggak memikirkan akan melanjutkan ka-rir di dunia seni. Karena aku sudah mau total mengurus rumahtangga. Tapi tak bisa dipungkiri, aku masih punya keinginan dan mimpi-mimpi. Sempat sih bikin dokumenter, tapi keburu hamil lagi. Kan anakku tiga, jadi ketika mau produksi sesuatu, eh hamil lagi.
   Jadi kendalanya soal pembagian waktu ya?
   Bukan terganggu tapi aku me-mang memprioritaskan keluarga. Karena waktuku buat mereka tidak bisa dibeli. Masa-masa emas mereka tak bisa diulang. Kebetulan, kemarin itu ketika menggarap film ini, momentnya pas anak-anak sudah mulai agak mandiri, tiba-tiba saya punya semangat untuk membuat film.  Lalu tiba-tiba, prek prek prek..jadi.
   Masih memantau perfilman?
   Sometime suka, tapi aku tidak terlalu memperhatikan industri film. Aku banyak bergaul di komu-nitas seperti di Avikom, karena anak-anak di komunitas punya gairah yang berbeda dengan industri. Kalau soal film industri, kan suamiku lebih ke arah itu dalam pekerjaannya. Jadi, selama ini aku dapat informasi film dari suami.
Behind the scene TPJ10M (foto: istimewa)
   Dimana perbeda konsep film kamu dengan suami (Yudi Datau-red)? 
   Berbeda jauh sekali, karena aku agak-agak sinting kalau dia relatif luruslah. Hahahaa..
   Film ini tidak mempertimbangkan penonton?
   Kalau suamiku, mungkin lebih membumi. Idenya realistis. Kalau aku realistis tapi dari sudut pandang yang berbeda; detilnya dan kedalamannya. Sebenarnya aku sering diminta tolong menyiapkan konsep gambar kalau dia sibuk. Jadi, aku belajar juga dari situ. Mencari refe-rensi gambar, bagaimana rasanya untuk gambar yang mau diangkat, dan lainnya. Tadinya, aku hanya asik saja bikin film, tapi dapat masukan dan terfikir untuk bisa sharing dan diskusi dengan penonton.
   Apa arti film buat Ine, sekadar memorabilia?
   Itu tergantung pribadi masing-masing. Kalau prinsipku, film harus punya kedekatan emosional dengan pembuatnya. Jadi kalaupun tidak punya kedekatan itu, aku harus mendekatkan diri secara emosional dengan film. Misalnya, kalau di industri orang bisa bikin film setahun enam judul, itu dahsyat banget. Dan, aku tidak sanggup seperti itu. Aku harus me-libatkan seluruh kedalaman diri ke dalam film yang aku buat. Kalau kita bisa masuk, maka akan menghasil-kan karya yang berbeda.
   Siapa referensi kamu untuk film?
   Selama ini aku tdak pernah cari re-ferensi, atau membanding-bandingkan dengan karya siapapun. Misalnya siapa-siapa orang yang bikin film, atau menonton film yang ba-nyak. Yang aku tahu kalau orang jarang bikin film, misalnya 5 tahun sekali, karyanya pasti dahsyat. Aku terkesan dengan nama Akira Kurosawa. Dan, seorang yang seperti ini karyanya akan dikenang sepanjang masa dibandingkan dengan yang bikin film enam judul setahun. Bikin tanpa ada pengendapan, ya sudah lewat begitu saja.
   Apa yang ada dibenak kamu saat mau bikin film ini?
   Ini sesuatu yang aku inginkan di masa lalu, dan baru bisa diwujudkan setelah aku punya keterbatasan. Sekarang ini, kakiku digendoli tiga anak yang aktif banget. Otomatis, jika harus memilih pri-oritas film atau keluarga, saya akan memilih anak-anak dan keluarga dibandingkan karir.
   Target penonton?
   Kalau nanti ditonton orang aku bersyukur, dan kalau tidak pun ti-dak apa-apa. Karena aku tidak ngoyo menjalankan profesi.
   Tapi tetap ada target, kan?
   Tadinya sih, nggap terfikir soal penonton. Tapi lama-lama aku fikir, kok rugi kalau karyaku nggak di-tonton. Aku sering undang komunitas seperti yang baru-baru ini a-dalah dari Teater Kubur, untuk me-nonton filmku yang masih online. Aku senang saja mendengar pen-dapat mereka yang beragam. Ma-kanya, aku terfikir, o ya film ini me-mang harus ditonton. Makanya aku bersama tim akan melakukan pemutaran film keliling 9 kota di bulan Mei nanti.
   Semangat Kartini masih ada?
   Nggak cuma Kartini yang meng-inspirasi, yang nggak kalah keren seperti Keumalahayati. Intinya, saya santai dan inginnya film ini akan ditonton dan bertemu audiens untuk berdiskusi. Karena ini juga akan menjadi forum aku belajar.
   Kendala lainnya dalam produksi?
   Tidak ada masalah, termasuk dalam pendanaan. Karena dapat juga dukungan dari Dedi Mizwar yang punya link-link untuk melancarkan produksi film ini. Pas di Yogya, juga dibantu teman-teman indie yang profesional di Yogya. Artinya semua dibayar dengan layak, tapi spiritnya independen. Termasuk untuk keliling 9 kota di bulan Mei.
   Darimana belajar mendirect? 
   Aku menjadi sutradara pakai naluri dan tidak belajar khusus. Aku kan sering main di panggung, jadi tahu bagaimana proyeksi bermain dari main teater, blocking. Meskipun berbeda mediumnya, tapi itu men-jadi basic untuk diterapkan di film. Dulu pernah bikin film Cinderella, dokumenter, videoklip sekali. Sete-lah itu menulis dan mendirect sen-diri film ini. Ini agak aneh juga.
   Puas dengan hasil ini?
   Sangat puas, karena aku melibat-kan seluruh emosi dan, apapun yang terjadi hasilnya adalah ini. Ya  inilah kapasitasku dalam membuat film untuk saat ini.  (teguh imam s)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar