Jumat, 04 November 2011

DreamArch hidupkan animasi di Medan

INDUSTRI kreatif berbasis animasi di Kota Medan mulai berbunyi. Wadah berbagi ilmu animasi pun  menggeliat seperti kehadiran DreamArch rumah produksi animasi yang didirikan dua kembar Aditya ST dan Anditya ST yang kian berkibar. Keduanya memelopori kemajuan animasi sejak 2001 dengan membangun sekolah animasi, rumah animasi, dan komunitas animasi. Ki-ni mimpi dua bersaudara itu   menjadi nyata.
   ”Banyak orang berbakat dan kreatif di Medan yang tidak mendapat tempat di Medan, SDM nya selalu tersedot ke Jawa atau luar negeri. Maka kami jadi pionir sambil mencurahkan kreatifitas,” papar Aditya.
   Untuk mengembangkan animasi di Medan, dua bersaudara ini me-nerbitkan belasan buku panduan praktis animasi dalam berbagai je-nis piranti lunak mulai dari berdimensi dua (2D) seperti GIF Animation, Flash animation, hingga dalam 3D (tiga dimensi) didukung Co-relDraw, Adobe (Photoshop, After Effect dan Premiere) 3Ds Max serta ArchiCAD.
   Aditya didampingi kembarannya Anditya ST mengatakan, komunitas animasi di Medan saat ini mulai tumbuh pelan namun pasti, tera-rah dan terencana. “Meski belum sebanyak di Pulau Jawa seperti Yogya dan Bandung, keberadaan DreamArch dianggap signifikan untuk menopang kema-juan industri kreatif animasi di kota Medan,” kata Aditya kepada Kabar Film di Medan, Jumat lalu (9/9)  lalu.
   Kembar Adit dan Adin sejak kecil sudah suka menonton film kartun dan membuat animasi sederhana. ”Tahun 1996, ketika masuk perguruan tinggi kami berdua memilih bidang arsitek, karena alasan bidang yang paling dekat dengan animasi,” ungkap Adit.
   Setelah menamatkan sarjana, keduanya mempunyai mimpi besar untuk mengembangkan arsitek dan animasi di Kota Medan. Dalam ba-yangannya, disebut DreamArch Animasi, karena merupakan sebuah rumah animasi untuk mewadahi seluruh aktifitas terkait animasi.
Maka, pada Desember 2001 mulai didirikan DreamArch Animasi dengan studio animasi kecil-kecilan. Studio ini mulai mengerjakan se-jumlah proyek animasi seperti profil Sultan Serdang, visualisasi bank Su-mut Sukaramai, animasi Masjid Agung Mandailing Natal, video profil dan sebagainya. Sebagian dari hasil jerih payah dikumpulkan untuk mo-dal mengurus izin usaha DreamArch Animasi agar lebih dapat eksis di ranah publik.
   Di tengah masih minimnya apresi-asi masyarakat (apalagi pemerintah) terhadap animasi ditambah teknologi yang tidak secanggih saat ini Aditya melangkah jauh ke depan melampaui tren yang sepuluh tahun kemudian di Medan mulai digandrungi anak-anak muda.
”Untuk mencari litetatur bidang ini kami ke Jawa, karena di sana su-dah tumbuh,” kenang Adit.
   Setelah berjalan tiga tahun, ke-duanya kemudian membentuk Animator Club pada tahun 2004 untuk mengumpulkan beberapa teman yang telah dididik dan rekan yang memiliki minat di bidang animasi.
   Pada tahun 2005 untuk menjawab kebutuhan pengembangan DreamArch keduanya mengurus izin Dre-amAcrh menjadi perseroan terbatas (PT). ”Masyarakat kota Medan saat itu banyak yang ingin tahu membuat animasi,” tukasnya.
   Sejak perizinan DreamArch Animasi selesai, pada tahun yang sama, Aditya kita mulai melatih pelajar dan mahasiswa untuk membuat a-nimasi dengan membuka kursus sederhana. "Mimpi kita terwujud adalah suatu kebanggaan, tetapi kita bisa mewujudkan mimpi pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum lainnya yang kita latih, merupakan kebanggan yang jauh lebih besar,” terangnya.
   ”Kita membuat DreamArch sebagai bentuk hobby dan kecintaan kita pada bidang yang kita geluti arsitek dan animasi,” ujarnya pria kelahiran Medan, 6 September 1978 itu.
   Pengembangan edukasi di bida-ng animasi, imbuh Aditya, dimak-sudkan agar talent dan anak kreatif di Medan memiliki wadah kreatif yang selama ini tidak dimiliki kota sebesar Medan.
   ”Kita membentuk DreamArch, karena kita melihat pada tahun 20-01 situasi di Medan kurang terbuka dalam kemampuan kreatif yang dimiliki, sehingga sulit untuk saling berbagi, maka sekarang silakan bagi siapaun yang ingin belajar akan kita kasih tahu,” ungkap ayah satu putera itu.
   Aditya menjelaskan, animasi ti-dak boleh dipahami hanya sekedar film kartun, melainkan harus di-pahami lebih luas. Animasi adalah ilmu terapan. Aplikasinya sangat luas, bisa diaplikasikan ke arsitek-tur, ke games, film, animasi, video clip, visualisasi produk, simulasi, iklan, advertising, opening program TV, kedokteran dan bidang lainnya.
   ”Film kartun hanya bagian kecil dari sebuah industri animasi, walaupun dalam sejarahnya dan a-walnya, memang dari produksi film kartun yang dikembangkan oleh Walt Disney di Holllywood, seperti film kartun Mickey Mouse.
   Senada dengan Aditya, Anditya menambahkan, dalam mengembangkan DreamArch hingga di masa mendatang, pihaknya telah mempunyai blue print apa yang harus dilakukan, termasuk sistem kerja dari mulai perencanaan, penggalian ide, penyiapan SDM, modelling, mapping hingga rendering.
   Di awal tahun 2000-an, membuat animasi masih sesuatu yang dianggap ajaib di Indonesia, konon lagi dianggap sebagai kebutuhan.
”Membuat animasi pertama kali pada tugas akhir kuliah pada tahun 2002, kita bikin animasi bangunan,” kata Anditya. Indonesia, sambung Anditya, memang terlambat dalam menjawab kebutuhan teknologi. Belaka-ngan, ditetapkannya tahun 2009 sebagai tahun Indonesia Kreatif barulah banyak pihak yang memperhatikan animasi.
   Bahkan, pada tahun 2006, lanjutnya, ketika di Pulau Jawa animasi  mulai menggeliat, Gramedia Fair digelar setiap tahun, masih Dream-Arch yang satu-satunya di Medan yang pernah menggelar event nasional tersebut.
   ”Bersama sejumlah pembicara nasional, kita satu-satunya dari Medan nasional yang melakukan bedah buku animasi. Kerangka acuan untuk persyaratan tender proyek pun sekarang ini sebagian telah mewajidkan ber-bentuk animasi,” cetus Anditya.
   Aditya dan Anditya berharap, Medan sudah saatnya menjadi kota penyedia atau pemasok film-film a-nimasi dalam segala produk.
”Jadi misi DreamArch tak lain, menjadi ujung tombak kota Medan sebagai kota kreatif di bidang ani-masi melalui pelatihan animasi, workhsop animasi dan pengemba-ngan komunitas animasi sebagai wahana berbagi pengetahuan,” tu-tur Anditya. (Jufri Bulian Ababil)

1 komentar: