Selasa, 25 September 2012

75% Pajak Film Nasional Dikembalikan ke Produser


Arif Susilo SH MSi (foto: dudut suhendra putra)
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 115 Tahun 2012 Tentang Pembebasan Sebagian Pajak Hiburan Untuk Produksi Film Nasional. Pergub yang diterbitkan tanggal 12 September 2012 tersebut, dimaksudkan untuk meningkatkan produksi film nasional.
   “Peraturan gubernur ini dikhususkan bagi film nasional,” kata Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah, Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta,  Arif Susilo SH MSi ditemui  Kabar FILM di ruang kerjanya, Selasa (25/9/2012).
   Menurut Arif, Pergub DKI Jakarta No 115 Tahun 2012 baru diterbitkan pertanggal  12 September 2012, namun efektifitas pelaksanaannya berlaku sejak 17 Agustus 2012. Hal tersebut dimaksudkan sebagai  ‘starting point’ bahwa perfilman nasional sudah layak dicintai masyarakat Indonesia dengan semangat proklamasi.
   Berdasarkan Pergub ini nantinya, kalangan produser akan mendapatkan pengembalian pajak sebesar 75% dari setiap karcis yang dibeli penonton.  “Namun, mekanismenya  diserahkan kepada pengusaha bioskop dan produser film untuk berembug,” ujar Arif menambahkan.
   Alasan Pemda DKI menerbitkan Pergub tersebut, antaranya karena selama ini pajak film nasional sama dengan pajak film impor.
   “Diharapkan, melalui Pergub ini, film nasioal menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Karena film nasional belum mampu secara maksimal memenuhi standar produksi, yang banyak diisi film-film impor. Sehingga plus-minusnya akan mempengaruhi dalam pola etika budaya, dan sebagainya. Oleh karena itu Pemda DKI   Jakarta memberikan daya dukung (supporting) untuk meningkatkan produksi film nasional melalui pembebasan sebagian pajak tontonan film, khusus produksi film nasional,” jelasnya.  Pergub ini juga dalam rangka mengupayakan film nasional bisa dicintai masyarakat. Karena selain kesulitan biaya produksi, film nasional terkendala pajak yang dikenakan. Selama ini, dari sisi pembiayaan produksi film nasional jauh lebih kecil dari biaya produksi film impor, tapi pajaknya sama. Mungkin film impor menghabiskan ratusan miliar, tapi film nasional berapa ratus juta atau miliar tapi pajaknya sama.
   “Kami memberikan semacam insentif berupa pengurangan atau pengambalian pajak sebesar 75% dari tarif pajak yang berlaku. Sehingga pengenaannya adalah 25%.  Bagaimana dengan yang 75%? Inilah yang akan dikembalikan ke produser,” jelasnya.
   Menurut Arif mekanisme kerjasama pengusaha bioskop dengan produser film selama ini, pemasukan Pemda DKI misalnya 10%. Untuk produser film mendapat 45% sedangkan pengusaha bioskop 55%. Dengan adanya Pergub DKI Jakarta No 115 Tahun 2012, maka kemungkinan minimal 50-50.
   “Tapi hal tersebut tergantung pada mereka bagaimana meramunya. Kami akan membuat atau meminta penjelasan seperti apa, agar betul-betul insentif ini diterima oleh produser film. Jadi insentif ini diberikan pada produser film, bukan kepada pengusaha bioskop,” tegas Arif.
   Tentang pola pembagian dari Pergub ini, Arif mengandaikan persatu HTM (harga tanda masuk). Misalnya per HTM Rp15.000, maka bayar pajak ke Pemda hanya 2,5% dari 15.000. Yang 75% mereka (bioskop dan produser) berbagi.
   “Inilah upaya Pemda DKI agar produser film dikembalikan uangnya sesuai dengan jumlah pertiketnya. Semakin film bagus, semakin banyak penonton, maka akan semakin tercovery modalnya. Dengan insentif tadi diharapkan akan kembali modal. Ini niat pembinaan perfilman kita terhadap perfilman nasional,” ujarnya lagi.
   Dikatakannya, seluruh produser film baik yang tergabung di dalam asosiasi produser, maupun bukan anggota asosiasi mendapatkan hak yang sama.
    Kebijakan pemda DKI tersebut menurut Arif merupakan tembusan surat yang disampaikan kalangan produser film ke Gubernur DKI Jakarta 2-3 tahun terakhir. “Karena kita pertama, disibukkan dengan perda baru berdasarkan UU 28 2009 yang harus berlaku 1 Januari 2012. Lalu kita harus terbitkan Perda no 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan di situ mengatur tentang tarif-tarif pajak, termasuk pajak tontonan bioskop. Selanjutnya, barulah kita menindaklanjuti surat dari kalangan produser dan stakeholder perfilman tadi," katanya.
   Secara hukum Perda ini memang tidak memberi sanksi apapun. “Kalau nanti ada pelanggaran atau tidak berjalan, ya kita akan cabut. Tapi sanksi secara hukum tidak ada. Artinya begini, kalau saya perhatikan soal film nasional ini berbeda penerapannya. Kalau film nasional ada semacam bagi hasil. Nah, kalau nanti insentif pajaknya tidak sampai kepada produser yang menjadi tujuan dari Pergub tadi, ya kita akan evaluasi. Mungkin kita akan perbaiki mekanismenya. Kalau misalnya, setahun kita beri lagi dan tidak berjalan lagi, kan percuma. Ya sudah tidak dijalankan lagi,” lanjut Arif seraya mengatakan Pergub ini mendapat respons positif dari pihak pengelola bioskop.
Apakah akan diterapkan Pemda lain?
Kemungkinan iya, karena Pemda DKI sebagai barometer, dan pengusaha bioskop hanya dua, dan asosiasi produser hanya satu. Mungkin akan sama nantinya. Tapi karena diskresi ini masing-masing gubernur, maka mengikuti atau tidak, tergantung mereka. (tis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar