Minggu, 22 April 2012

Hanung Bramantyo khawatir penonton jijik film Indonesia

SUTRADARA film Hanung Bramantyo menyimpan gunung pertanyaan atas kinerja Lembaga Sensor Film (LSF). Dan ketika berkesempatan menjadi pembicara seminar Hari Film Nasional di Universitas Bunda Mulia, Jakarta Utara, Sabtu (7/4) ia pun menuangkan uneg-unegnya.
   Soal digitalisasi di film, sutradara film Tanda Tanya ini pun mengatakan, hal itu akan mendapat respon dari produser. "Sangat memungkinkan digitalisasi nanti sinetron masuk bioskop, dan ini situasi yang berbahaya. Jika gegabah, semua FTV masuk bioskop. Apalagi, bioskop tidak mau memfilter apapun film yang masuk. Maka bisa dibayangkan film akan over quota," kata Hanung.
  Ia melanjutkan, situasi  film yang harusnya banyak penonton, bisa-bisa hanya 2-3 hari sudah diganti. Ini momok yang luar biasa, dan penonton akan jijik menonton film indonesia," ungkapnya. Salah satu solusi saat ini, menurut Hanung, harus ada lembaga distribusi, yang akan membatasi produser agar tidak langsung masuk bioskop.
   Selain itu, suami dari artis Zaskia Adya Mecca ini melihat peran LSF, yang masih melakukan hegemoni 'tafsir'. "Tidak boleh ada hegemoni tafsir dari LSF. Harus jelas, mana yang disebut SARA, atau porno. Harus tegas klasifikasinya film. Dalam film The Raid, bioskop tidak melarang anak saya yang 10 tahun nonton. Ini perlindungan tidak ada," katanya.
   Situasi lain ia ilustrasikan, bahwa seolah-olah kalau "Genjer-genjer" Hanung dan "Palu Arit" Riri. "Ini seolah kami tidak bermoral, sementara pemerintah melalui LSF seolah sangat bermoral. Ini karena tafsir yang tidak jelas untuk masalah LSF," tandas Hanung, yang hari itu filmnya diputar dan disaksikan mahasiswa dan pelajar dari ber-bagai daerah, yang dikoordinir UBM. (tis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar