Rabu, 23 November 2011

Aline Jusria sutradarai film 'Kentang'

Aline Jusria (foto: dudutsp)
PROYEK omnibus film Sanubari Jakarta memasuki produksi keempat berjudul Kentang berlangsung 11 November 2011. Tidak banyak waktu bagi Aline Jusria sang sutradara, untuk mengemas naskah racikan Laela tersebut ke dalam beberapa scene. "Jadinya nanti hanya 10 menit, dan ini benar-benar film yang gak penting menurut aku," kata Aline dalam obrolan sore dengan tabloid Kabar FILM, saat break syuting.
   'Gak penting' kenapa harus repot-repot dibuat? "Justru karena bagian film yang aku bikin ini tidak penting, maka aku mau bikin. Karena, bagian lain proyek omnibus film ini sudah bicara hal-hal penting," lanjut perempuan, yang sedang hamil ini.
   Penyandang Editor Terbaik pada FFI 2010 ini merupakan salah satu, dari beberapa sutradara yang bergabung dalam proyek film 'Sanubari Jakarta' yang diproduksi Lola Amaria di bawah Kresna Duta Foundation. Seluruhnya, akan ada 9 judul tema di dalam film tentang isu lesbian, gay, bisex, dan transgender tersebut.
   Secara teknis produksi, Aline mengaku belum pernah membuat film untuk format bioskop. Hanya ketika ujian akhir di IKJ sekitar 2003 dia pernah membuat film. "Ini film pertamaku untuk bioskop," ujar Aline. Selebihnya, dia memang pernah garap video-klip dan melakukan tugas sebagai editor gambar. Ia pun menyebut nama Lola yang memberi 'pengarahan' jika dibutuhkan sampai dia bisa jalan sendiri.
   Soal keterlibatannya di proyek omnibus ini, dia bilang awalnya diajak oleh Lola Amaria. Tawaran itu sempat ditolaknya. "Akhirnya aku minta opsi men-direct film yang gak repot. Yang goblok-goblokan saja seperti ini," kata Aline yang sedang mempersiapkan diri untuk proyek mengedit film Republik Twitter dan Cinta Mati.
   Untuk garapan pertamanya ini, Aline dibantu beberapa kru dan kamera 5D dan 7D. Sebuah kamar rumah di kawasan Cipete-Jakarta Selatan, disulap menjadi ajang eksplorasi para pemainnya, yaitu Gia dan Havest. Keduanya memerankan gay, penyuka sesama lelaki.
Sempat Aline mengajak Vino G Bastian untuk memerankan salah satu gay. "Dia sudah mau ketika baca naskahnya, tetapi terbentur skedul sehingga diganti dengan pemeran lain," katanya.
   Dengan pertimbangan durasi film yang hasilnya akan 10 menit, proses syuting pun dilakukan dalam dua scene dengan pembagian per squence. "Hampir semua adegan ngobrol di dalam kamar. Sisanya ada di lorong samping rumah," jelasnya. Meski jago ngedit, Aline akan menyerahkan karyanya itu pada editor lain agar hasilnya akan berbeda lagi.
Syuting 'Kentang' (foto: dudutsp)

Obrolan satu malam
Cerita Kentang adalah tentang dua laki-laki gay, yang sedang ngobrol di malam hari. Perbincangan di malam yang ditunggu-tunggu itu, ternyata tak membuahkan 'hasil' apapun sampai akhirnya mereka berpisah setelah bertengkar. Ada saja gangguan ketika mereka akan mulai beraksi. Kisah satir ini lebih menonjolkan sisi dialog para pemainnya.
   "Flm ini berkisah tentang sesuatu yang biasa saja terjadi pada setiap manusia dewasa. Tidak harus kaum gay, tapi bisa dirasakan setiap orang normal sekalipun. Problemnya sama. Tetapi, unsur yang diangkat di sini justru dialog-dialognya yang kuat," ungkap Aline.
Soal judul 'kentang' itu merupakan singkatan; kena tanggung. (kf1)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar